Jumat, 19 Maret 2010

Asuhan Keperawatan dengan Post Laparatomy

Asuhan Keperawatan dengan Post Laparatomy



A. Konsep Dasar
1. Pengertian Peritonitis, Laparatomy
a. Peritonitis adalah inflamasi peritoneum, lapisan membran serosa rongga abdomen dan meliputi visera (Brunner & Suddarth, 2002 : 1103).
b. Peritonitis adalah peradangan peritoneum, suatu membran yang melapisi rongga abdomen (Corwin, 2000 : 529).
c. Peritonitis adalah peradangan / inflamasi membran peritoneal, yaitu kantong dua lapis semi permeabel yang berisi kira-kira 1500 ml cairan yang menutupi organ di dalam rongga abdomen (Monica Ester, 2002 : 81).
Pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa peritonitis merupakan suatu peradangan inflamasi pada peritoneum, yaitu suatu membran yang melapisi rongga abdomen. Salah satu tindakan yang dilakukan pada peritonitis ialah dengan pembedahan yaitu laparatomy.
a. Laparatomy yaitu pembedahan perut, membuka selaput perut dengan operasi (Ramali Ahmad, 2000 : 194).
b. Laparatomy yaitu insisi pembedahan melalui pinggang (kurang begitu tepat), tapi lebih umum pembedahan perut (Harjono. M, 1996 : 991).
Pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa post laparatomy adalah periode / waktu setelah dilakukan tindakan pembedahan di daerah perut.

2. Anatomi dan Fisiologi Peritoneum
a. Anatomi Peritoneum
Peritoneum terdiri dari 2 bagian yaitu peritoneum parietal yang melapisi dinding rongga abdomen dan peritoneum viseral yang meliputi semua organ yang berada dalam rongga abdomen.
Ruang yang terdapat diantara dua lapisan ini disebut ruang peritonial atau kantong peritoneum. Pada laki-laki berupa kantong tertutup dan pada perempuan merupakan saluran telur yang terbuka masuk ke dalam rongga peritoneum, di dalam peritoneum banyak terdapat lipatan atau kantong.
Lipatan besar (omentum mayor) banyak terdapat lemak yang terdapat di sebelah depan lambung. Lipatan kecil (omentum minor) meliputi hati, kulvatura minor dan lambung berjalan ke atas dinding abdomen dan membentuk mesenterium usus halus. Lapisan peritoneum lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 2.1 :



















Gambar 2.1. Anatomi Peritoneum


b. Fisiologi Peritoneum
Fungsi Peritoneum terdiri dari :
1) Menutupi sebagian dari organ abdomen dan pelvis.
2) Membentuk pembatas yang halus sehingga organ yang ada dalam rongga peritoneum tidak saling bergesekan.
3) Menjaga kedudukan dan mempertahankan hubungan organ terhadap dinding posterior abdomen.
4) Tempat kelenjar limfe dan pembuluh darah yang membantu melindungi terhadap infeksi.
5) Membawa pembuluh darah, limfatik dan saraf ke organ.

3. Etiologi
Etiologi dari peritonitis terdiri dari 2 tipe (Luckman and Sorensen’s,1996:1637) diantaranya :
a. Peritonitis Primer
Peritonotis primer biasanya disebabkan oleh penyebaran infeksi dari darah dan kelenjar getah bening, peritonitis tipe ini sangat jarang ditemukan, insidennya + 1 % dari semua penyebab peritonitis.
b. Peritonitis Sekunder
Peritonitis skunder biasanya terjadi akibat infeksi bakteri, organisme berasal dari penyakit saluran gastrointestinal atau pada wanita dari organ reproduksi internal. Selain itu juga dapat terjadi dari sumber eksternal seperti cedera atau trauma (Misal : luka tembak / tusuk).

Bakteri yang biasanya menyebabkan peritonitis ialah E. Coli, Klebsiella, Proteus dan Pseudomonas. Inflamasi dan Ileus Paralitik adalah efek langsung dari infeksi. Penyebab umum lain dari peritonitis adalah apendisitis, ulkus periforasi, divertikulitis dan perforasi usus.

4. Patofisiologi
Peritonitis disebabkan oleh kebocoran isi dari organ abdomen ke dalam rongga abdomen biasanya sebagai akibat dari inflamasi, infeksi, iskemia, trauma atau perforasi usus (Brunner & Suddarth, 2002 : 1103).
Reaksi awal peritonium terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnya eksudat fibrinosa. Kantong-kantong nanah (abses) terbentuk diantara perlekatan fibrinosa yang menempel menjadi satu dengan permukaan sekitarnya sehingga membatasi infeksi (Price, 2001 : 402).
Peritonitis menimbulkan beberapa efek sistemik, perubahan sirkulasi, perpindahan cairan dan masalah pernafasan dapat menyebabkan ketidakseimbangan cairan dan elektrolit kritis. Sistem sirkulasi mengalami stres besar dari beberapa sumber. Respon inflamasi mengirimkan darah ekstra ke area usus yang terinflamasi. Cairan dan udara ditahan dalam lumen ini, meningkatkan tekanan dan meningkatkan sekresi cairan ke dalam usus, proses inflamasi meningkatkan kebutuhan O2 pada waktu kemampuan klien untuk ventilasi telah berkurang. Klien mengalami kesulitan ventilasi karena nyeri abdomen dan peningkatan tekanan abdomen, yang meninggikan diafragma (Ester, 2002 : 81).

5. Komplikasi
Komplikasi yang terjadi pada peritonitis ialah inflamasi tidak lokal dan seluruh rongga abdomen menjadi terkena pada sepsis umum. Sepsis adalah penyebab umum dari kematian pada peritonitis. Syok dapat diakibatkan dari septikemia atau hipovolemik. Proses inflamasi dapat menyebabkan obstruksi usus, yang terutama berhubungan dengan terjadinya perlekatan usus (Brunner & Suddarth, 2002 : 1104).
Menurut Corwin (2000 : 528) komplikasi yang terjadi pada peritonitis ialah sepsis dan kegagalan multiorgan.
Dua komplikasi pasca operatif paling umum adalah eviserasi luka dan pembentukan abses. Luka yang tiba-tiba mengeluarkan drainase serosanguinosa
menunjukan adanya dehisens luka (Brunner & Suddarth, 2002 : 1104).

6. Manajemen Medik secara Umum
Penatalaksanaan yang diberikan pada kasus peritonitis adalah (Brunner & Suddarth, 2002 : 1104) :
a. Penggantian cairan, koloid dan elektrolit merupakan fokus utama penanganan peritonitis.
b. Analgesik diberikan untuk mengatasi nyeri. Antiemetik dapat diberikan sebagai terapi untuk mual dan muntah. Intubasi usus dan pengisapan membantu dalam menghilangkan distensi abdomen dan dalam meningkatkan fungsi usus. Cairan dalam rongga abdomen dapat menyebabkan distres pernafasan. Terapi oksigen dengan kanula nasal / masker akan meningkatkan oksigenasi secara adekuat.
c. Terapi antibiotik masif biasanya dimulai di awal pengobatan peritonitis. Dosis besar dari antibiotik spektrum luas diberikan secara intravena sampai organisme penyebab infeksi diketahui dan memperbaiki penyebab infeksi tersebut.
d. Tindakan bedah mencakup mengangkat materi terinfeksi dan memperbaiki penyebab. Tindakan pembedahan diarahkan pada eksisi (apendiks) reseksi dengan atau tanpa anastomosis (usus), memperbaiki (perforasi) dan drainase (abses) pada sepsis yang luas, perlu dibuat diversi vekal. Tindakan bedah yang biasanya dilakukan pada klien peritonitis ialah laparatomy.

7. Dampak Peritonitis terhadap Sistem Tubuh
a. Sistem Pernafasan
Pernafasan dangkal dan takipnea sering ditemukan pada klien dengan peritonitis (Doengoes, 2000 : 514).
Cairan dalam rongga abdomen dapat menyebabkan tekanan yang membatasi ekspansi paru dan menyebabkan distress pernafasan (Brunner & Suddarth, 2002 : 1104).
b. Sistem Kardiovaskuler
Takikardi, berkeringat, pucat dan hipotensi ditemukan sebagai indikasi terjadinya syok (tanda syok) (Doengoes, 2000 : 514).
Syok hipovolemik terjadi karena sejumlah besar cairan dan menurunkan cairan dalam ruang vaskuler (Brunner & Suddarth, 2002 : 1104).
Kebocoran isi dari organ abdomen ke dalam rongga abdomen biasanya sebagai akibat dari inflamasi, infeksi, iskemia, trauma / perforasi tumor, dapat menyebabkan edema jaringan dan dalam waktu singkat terjadi eksudasi cairan (Brunner & Suddarth, 2002 : 1103).
c. Sistem Gastrointestinal
Respon segera dari saluran usus adalah hipermotilitas, diikuti oleh ileus paralitik, disertai akumulasi udara dan cairan dalam usus. Selain itu proses inflamasi dapat menyebabkan obstruksi usus, yang terutama berhubungan dengan terjadinya perlekatan usus (Brunner & Suddarth, 2002 : 1103).
d. Sistem Perkemihan
Perpindahan sejumlah besar cairan dan elektrolit dari lumen usus ke rongga peritoneal dan menurunkan cairan dalam ruang vaskuler menyebabkan penurunan haluaran urine dan warna urine menjadi pekat / gelap.
e. Sistem Muskuloskeletal
Kelemahan dan kesulitan ambulasi terjadi akibat nyeri berat di abdomen yang menyebabkan kekakuan pada otot.
f. Sistem Neurologi
Nyeri dirasakan pada awalnya menyebar dan sangat terasa, menjadi cenderung konstan, terlokalisasi, lebih terasa didekat sisi inflamasi dan biasanya diperberat oleh gerakan. Nyeri dirasakan lebih apabila ditekan (Brunner & Suddarth, 2002 : 1103).

B. Proses Keperawatan
Proses Keperawatan adalah metode sistematik dimana secara langsung perawat bersama klien menentukan masalah keperawatan sehingga membutuhkan Asuhan Keperawatan, membuat perencanaan dan implementasi serta mengevaluasi hasil Asuhan Keperawatan (Gaffar, 1999 : 54).
Proses keperawatan menurut Yura dan Walsh (1967) yang dikutip oleh Gaffar dalam buku Asuhan Keperawatan Profesional terdiri dari 5 tahap yaitu :

1. Pengkajian
Pengkajian merupakan dasar utama atau langkah awal dari proses keperawatan secara keseluruhan. Pada tahap ini semua data atau informasi tentang klien yang dibutuhkan dikumpulkan dan dianalisa untuk menentukan diagnosa keperawatan (Gaffar, 1999 : 57).
Tahap pengkajian keperawatan pada klien dengan post laparatomi sama seperti pada kasus keperawatan lainnya yaitu terdiri dari dua tahap :
a. Pengumpulan Data
1) Identitas klien dan penanggung jawab
a) Identitas klien
Identitas klien terdiri dari : nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, diagnosa medis, tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian.
b) Penanggung jawab
Identitas penanggung jawab terdiri dari : nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan klien dan alamat.
2) Riwayat Kesehatan Klien.
a) Alasan Masuk Perawatan
Menggambarkan tentang hal-hal yang menjadikan pasien dibawa ke Rumah Sakit dan dirawat.
b) Keluhan Utama
Keluhan utama ini diambil dari data subjektif atau objektif yang paling menonjol yang dialami oleh klien. Keluhan utama pada klien peritonitis ialah nyeri di daerah abdomen, mual, muntah, demam (Brunner & Suddarth, 2002 : 1104).
c) Riwayat Kesehatan Sekarang
Riwayat kesehatan sekarang adalah pengembangan dari keluhan utama dan data yang menyertai menggunakan pendekatan PQRST (Priharjo, 1996 : 10).
P (Paliatif) : Faktor pencetus / penyebab yang dapat memperingan dan memperberat keluhan klien.
Q (Qualitas) : Menggambarkan seperti apa keluhan dirasakan.
R (Region) : Mengetahui lokasi dari keluhan yang dirasakan, apakah keluhan itu menyebar atau mempengaruhi area lain.
S (Severity) : Merupakan skala / intensitas keluhan.
T (Time) : Waktu dimana keluhan itu dirasakan.
d) Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Pada kesehatan masa lalu ini dikaji tentang faktor resiko penyebab masalah kesehatan sekarang serta jenis penyakit dan kesehatan masa lalu. Pada klien post operasi akibat peritonitis, perlu dikaji mengenai riwayat penyakit saluran pencernaan (seperti Typhoid, Apendicitis, dll) dan riwayat pembedahan sebelumnya.
e) Riwayat Kesehatan Keluarga
Pada riwayat kesehatan keluarga ini dikaji tentang penyakit yang menular atau penyakit menurun yang ada dalam keluarga.
3) Pola Aktivitas Harian
Pengkajian pada pola aktivitas ini adalah membandingkan antara kebiasaan selama di rumah sakit sebelum sakit dan selama sakit di rumah sakit meliputi :
a) Pola Nutrisi
Dikaji mengenai makanan pokok, frekuensi makan, pantangan makanan, alergi terhadap makanan dan nafsu makan. Biasanya pada klien post operasi akibat peritonitis terdapat mual, muntah dan anoreksia.
b) Pola Eliminasi
Pada pola eliminasi yang harus dikaji meliputi frekuensi buang air besar, konsistensinya dan keluhan selama buang air besar. Frekuensi buang air kecil, warna, jumlah urine tiap buang air kecil. Pada klien dengan post operasi biasanya dijumpai penurunan jumlah urine akibat intake cairan yang tidak adekuat akibat pembedahan.


c) Pola Istirahat dan Tidur
Pada pola istirahat tidur yang harus dikaji adalah lama tidur dalam sehari, kebiasaan pada waktu tidur. Pada klien post operasi bisa ditemukan gangguan pola tidur karena nyeri.
d) Pola Personal Hygiene
Pola personal hygiene yang harus dikaji adalah kemampuan klien perawatan diri seperti mandi, gosok gigi, keramas, gunting kuku, dll. Pada klien dengan post operasi biasanya klien tidak dapat melakukan personal hygiene secara mandiri karena keterbatasan gerak akibat pembedahan dan nyeri.
e) Pola Aktivitas
Pada pola aktivitas meliputi kebiasaan aktivitas sehari-hari. Pada klien dengan post operasi biasanya ditemukan keterbatasan gerak akibat nyeri.
4) Pemeriksaan Fisik
a) Penampilan Umum
Penampilan umum klien setelah dilakukan pembedahan biasanya tampak lemah, gelisah, meringis (Doengoes, 2000 : 514).
b) Pemeriksaan Fisik Persistem
(1) Sistem Pernafasan
Kepatenan jalan nafas, kedalaman, frekuensi dan karakter pernafasan, sifat dan bunyi nafas merupakan hal yang harus dikaji pada klien dengan post operasi (Brunner & Suddarth, 2002 : 468).
Pernafasan cepat dan pendek sering terjadi mungkin akibat nyeri. Pernafasan yang bising karena obstruksi oleh lidah dan auskultasi dada didapatkan bunyi krekels (Brunner & Suddarth, 2002 : 468).
(2) Sistem Kardiovaskuler
Pada klien post operasi biasanya ditemukan tanda-tanda syok seperti takikardi, berkeringat, pucat, hipotensi dan penurunan
suhu tubuh.
(3) Sistem Gastrointestinal
Ditemukan distensi abdomen, kembung (penumpukan gas), mukosa bibir kering, penurunan peristaltik usus juga biasanya ditemukan muntah dan konstipasi akibat pembedahan.
(4) Sistem Perkemihan
Terjadi penurunan haluaran urine dan warna urine menjadi pekat / gelap, terdapat distensi kandung kemih dan retensi urine.
(5) Sistem Muskuloskeletal
Kelemahan dan kesulitan ambulasi terjadi akibat nyeri di abdomen dan efek dari pembedahan atau anastesi sehingga menyebabkan kekakuan otot.
(6) Sistem Neurologi
Nyeri dirasakan bervariasi, tingkat dan keparahan nyeri post operasi tergantung pada anggapan fisiologi dan psikologi
individu serta toleransi yang ditimbulkan oleh nyeri.
(7) Sistem Integumen
Ditemukan luka akibat pembedahan di area abdomen. Karakteristik luka tergantung pada lamanya waktu setelah pembedahan.
5) Aspek Psikologis
a) Status Emosional
Kemungkinan ditemukan emosi klien jadi gelisah dan labil, karena proses penyakit yang tidak diketahui / tidak pernah diderita sebelumnya dan akibat pembedahan.
b) Konsep Diri
Menurut Keliat (2001 : 9) terdapat lima komponen dalam konsep diri, yaitu :
(1) Body Image / Gambaran Diri
Mencakup persepsi dengan perasaan terhadap tubuhnya,
bagi tubuh yansg disukai dan tidak disukai.
(2) Harga Diri
Penilaian pribadi terhadap hasil yang dicapai dengan menganalisa seberapa jauh memenuhi ideal diri. Aspek utama adalah dicintai dan menerima penghargaan dari orang lain.
(3) Ideal Diri
Harapan terhadap tubuh, posisi, status, tugas / peran dan harapan terhadap penyakitnya.
(4) Peran
Peran yang diemban dalam keluarga atau kelompok masyarakat dan kemampuan klien dalam melaksanakan tugas /
peran tersebut.
(5) Identitas
Status dan posisi klien sebelum dirawat, kepuasan klien terhadap status dan posisinya.
c) Stressor
Stressor adalah setiap faktor yang menimbulkan stress atau mengganggu keseimbangan (Keliat, : 2001). Seseorang yang mempunyai stresor akan mempersulit dalam proses suatu penyembuhan penyakit.
d) Mekanisme Koping
Mekanisme koping ini merupakan suatu cara bagaimana seseorang untuk mengurangi atau menghilangkan stress yang dihadapi (Keliat : 2001).
e) Harapan dan Pemahaman Klien tentang Kondisi Kesehatan yang dihadapi.
Hal ini perlu dikaji agar tim kesehatan dapat memberikan bantuan dengan efisien.
6) Aspek Sosial dan Budaya
Pengkajian ini menyangkut pada pola komunikasi dan interaksi
interpersonal, gaya hidup faktor sosiokultural serta support sistem yang ada pada klien.
7) Aspek Spiritual
Aspek ini menyangkut tentang kepercayaan dan keyakinan terhadap Tuhan dan cara untuk menjalankan ibadah.
8) Data Penunjang
Data penunjang ini terdiri dari farmakotherapi / obat-obatan yang diberikan kepada klien, serta prosedur diagnostik yang dilakukan kepada klien seperti pemeriksaan laboratorium serta pemeriksaan Rontgen.

b. Analisa Data
Analisa data merupakan kegiatan tahap akhir dari pengkajian (Hidayat,
2004 : 104). Proses analisa adalah menghubungkan data yang diperoleh dengan konsep, teori, prinsip Asuhan Keperawatan yang relevan dengan kondisi klien (Gaffar, 1999 : 62).

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah cara mengidentifikasi, memfokuskan dan mengatasi kebutuhan spesifik pasien secara respon terhadap masalah aktual dan resiko tinggi. (Doengoes, 2000 : 8).
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien post operasi akibat peritonitis menurut Doengoes (2000 : 516) adalah sebagai berikut :
a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan neuromuskular, ketidakseimbangan perseptual / kognitif, peningkatan eskpansi paru, energi, obstruksi trakeobronkial.
b. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan pembatasan pemasukan cairan secara oral, hilangnya cairan tubuh secara tidak normal seperti melalui kateter, selang, jalur normal seperti muntah.
c. Nyeri (akut) berhubungan dengan gangguan pada kulit, jaringan dan integritas otot.
d. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah, disfungsi usus, abnormalitas metabolik, peningkatan kebutuhan metabolik dan pembedahan.
e. Kerusakan integritas kulit / jaringan berhubungan dengan perubahan sirkulasi, efek-efek yang ditimbulkan oleh medikasi, akumulasi drein, perubahan status metabolis.
f. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan gangguan aliran vena, arteri, hipervolemik.
g. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang terpajan / mengingat, salah interprestasi informasi, tidak mengenal sumber informasi.

3. Perencanaan
Setelah merumuskan diagnosa keperawatan maka perlu dibuat perencanaan intervensi keperawatan dan aktivitas keperawatan. Tujuan perencanaan adalah untuk mengurangi, menghilangkan dan mencegah masalah keperawatan klien (Gaffar, 1999 : 63).
Rencana keperawatan pada klien post operasi berdasarkan diagnosa keperawatan menurut Doengoes (2000 : 515) adalah :
a. Diagnosa Keperawatan :
Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan neuromuskular, ketidakseimbangan perseptual / kognitif, peningkatan ekspansi paru, energi, obstruksi trakeobronkial.
Tujuan :
Pola nafas efektif.
Kriteria Evaluasi :
- Menetapkan pola nafas yang normal / efektif dan bebas dari sianosis atau tanda-tanda hipoksia lainnya.
Intervensi dan Rasional

Tindakan / Intervensi
Rasional

Pertahankan jalan udara pasien dengan memiringkan kepala, hiperekstensi rahang, aliran udara faringeal oral.

Auskultasi suara nafas. Dengarkan adanya kumur-kumur, mengi, crow dan atau keheningan setelah ekstubasi.


Observasi frekuensi dan kedalaman pernafasan, perluasan rongga dada, retraksi atau pernafasan cuping hidung,
Mencegah obstruksi jalan nafas.



Kurangnya suara nafas adalah indikasi adanya obstruksi oleh mukus atau lidah dan dapat dibenahi dengan mengubah posisi ataupun penghisapan.

Dilakukan untuk memastikan efektivitas pernafasan sehingga upaya memperbaiki-nya dapat segera dilakukan.
warna kulit dan aliran udara.

Pantau tanda-tanda vital secara terus menerus.


Lakukan latihan gerak sesegera mungkin pada pasien yang reaktif dan lanjutkan pada periode pasca operasi.



Kolaborasi : Berikan tambahan oksigen sesuai kebutuhan.

Meningkatnya pernafasan, takikardia dan atau bradikardi menunjukkan kemungkin-an terjadinya hipoksia.

Ventilasi dalam yang aktif membuka alveolus, mengeluarkan sekresi, mening-katkan pengangkutan oksigen, membuang gas anestesi, batuk membantu pengeluaran sekresi dari sistem pernafasan.

Dilakukan untuk meningkatkan atau memaksimalkan pengambilan oksigen.


b. Diagnosa Keperawatan :
Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan pembatasan pemasukan cairan secara oral, hilangnya cairan tubuh secara tidak normal seperti melalui kateter, selang, jalur normal seperti muntah.
Tujuan :
Kekurangan volume cairan tidak terjadi.
Kriteria Evaluasi :
- Mendemonstrasikan keseimbangan cairan yang adekuat, sebagaimana ditunjukan dengan adanya tanda-tanda vital yang stabil, palpasi denyut nadi dengan kualitas yang baik, turgor kulit normal, membran mukosa lembab dan pengeluaran urine individu yang sesuai.
Intervensi dan Rasional

Tindakan / Intervensi
Rasional

Ukur dan catat pemasukan dan pengeluaran (termasuk pengeluaran cairan gastrointestinal).

Kaji pengeluaran urinarius, terutama untuk tipe prosedur operasi yang dilakukan.

Pantau tanda-tanda vital.


Membantu dalam mengidentifikasi pengeluaran cairan dan pilihan-pilihan yang mempengaruhi intervensi.

Mengindikasikan malfungsi ataupun obstruksi sistem urinarius.

Hipotensi, takikardi, peningkatan pernafasan mengindikasikan kekurangan cairan, misal : dehidrasi / hipovolemik.

Periksa alat drein pada interval reguler. Kaji luka untuk terjadinya pembengkakan.



Pantau suhu kulit, palpasi denyut perifer.




Kolaborasi : Berikan cairan parenteral, produksi drah dan atau plasma ekspander sesuai petunjuk. Tingkatkan kecepatan IV jika diperlukan.

Berikan kembali pemasukan oral secara berangsur-angsur sesuai petunjuk.

Perdarahan yang berlebihan dapat mengacu kepada hipovolemia / hemoragi. Pembengkakan lokal mungkin mengindi-kasikan formasi hematoma / perdarahan.

Kulit yang dingin / lembab, denyut yang lemah mengindikasikan penurunan sirkulasi perifer dan dibutuhkan untuk penggantian cairan tambahan.

Gantikan kehilangan cairan yang telah didokumentasikan. Catat waktu penggan-tian volume sirkulasi yang potensial bagi penurunan komplikasi.

Pemasukan oral bergantung kepada pengembalian fungsi gastriointestinal.

c. Diagnosa Keperawatan :
Nyeri (akut) berhubungan dengan gangguan pada kulit, jaringan dan intregitas otot.
Tujuan :
Nyeri teratasi.
Kriteria Evaluasi :
- Mengatakan bahwa rasa sakit telah terkontrol / dihilangkan.
- Tampak santai, dapat beristirahat / tidur dan ikut serta dalam aktivitas sesuai kemampuan.

Intervensi dan Rasional

Tindakan / Intervensi
Rasional

Evaluasi rasa sakit secara reguler, mencatat karakteristik, lokasi dan intensitas (skala 0 – 5)

Kaji tanda-tanda vital, perhatikan takikardia, hipertensi dan peningkatan pernafasan, bahkan jika pasien menyangkal adanya rasa sakit.

Berikan informasi mengenai sifat ketidaknyamanan, sesuai kebutuhan.

Sediakan informasi mengenai kebutuhan / efektivitas intervensi.


Dapat mengindikasikan rasa sakit akut dan ketidaknyamanan.



Pahami penyebab ketidaknyamanan.


Lakukan reposisi sesuai petunjuk, misalnya semi-fowler, miring.

Dorong penggunaan teknik relaksasi, misalnya latihan nafas dalam, bimbingan imajinasi, visualisasi.

Kolaborasi : Berikan obat sesuai petunjuk : Analgesik IV.
Mungkin mengurangi rasa sakit dan meningkatkan sirkulasi.

Lepaskan tegangan emosional dan otot, tingkatkan perasaan kontrol yang mungkin dapat meningkatkan kemampuan koping.

Analgesik IV akan dengan segera mencapaui pusat rasa sakit, menimbulkan penghilangan yang lebih efektif dengan obat dosis kecil.


d. Diagnosa Keperawatan :
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah, disfungsi usus, abnormalitas metabolik, peningkatan kebutuhan metabolik dan pembedahan.
Tujuan :
Perubahan nutrisi teratasi.
Kriteria Evaluasi :
- Mempertahankan berat badan dan keseimbangan nitrogen positif.
Intervensi dan Rasional

Tindakan / Intervensi
Rasional

Auskultasi bising usus, catat bunyi tak ada / hiperaktif

Inflamasi / iritasi usus dapat menyertai hiperaktivitas usus


Timbang berat badan dengan teratur



Kaji abdomen dengan sering untuk kembali ke bunyi yang lembut, penampilan bising usus normal dan kelancaran flatus

Kolaborasi : Tambahkan diet sesuai toleransi, contoh cairan jernih sampai lembut
Kehilangan / peningkatan dini menunjukan perubahan hidrasi tetapi kehilangan lanjut diduga ada defisit nutrisi

Menunjukan kembalinya fungsi usus ke normal dan kemampuan untuk memulai masukan peroral

Kemajuan diet yang hati-hati saat masukan nutrisi dimulai lagi menurunkan risiko iritasi gaster


e. Diagnosa Keperawatan :
Kerusakan integritas kulit / jaringan berhubungan dengan perubahan sirkulasi, efek-efek yang ditimbulkan oleh medikasi, akumulasi drein, perubahan status metabolis.
Tujuan :
Integritas kulit kembali normal.
Kriteria Evaluasi :
- Mencapai penyembuhan luka.
- Mendemonstrasikan tingkah laku / teknik untuk meningkatkan kesembuhan dan untuk mencegah komplikasi.
Intervensi dan Rasional

Tindakan / Intervensi
Rasional

Beri penguatan pada balutan awal / penggantian sesuai indikasi. Gunakan teknik aseptik yang ketat.


Periksa luka secara teratur, catat karekteristik dan integritas kulit.



Kaji jumlah dan karakteristik cairan luka.


Pertahankan ketepatan saluran pengeluaran cairan pada drain / insisi yang mengalami pengeluaran cairan yang berbau.
Lindungi luka dari perlukaan mekanis dan kontaminasi, ekskoriasi.



Pengenalan akan adanya kegagalan proses penyembuhan luka / berkembangnya komplikasi secara dini dapat mencegah terjadinya kondisi yang lebih serius.

Menurunnya cairan menandakan adanya evolusi dari proses penyembuhan.

Fasilitas letak kantong dekat luka, menurunkan resiko terjadinya infeksi dan kecelakaan secara kimiawi pada jaringan /


Tekan areal atau insisi abdominal dan dada dengan menggunakan bantal selama batuk atau bergerak.

Ingatkan pasien untuk tidak menyentuh daerah luka.
kulit.

Menetralisasi tekanan pada luka, meminimalkan resiko terjadinya ruptur / dehisens.

Mencegah kontaminasi luka.

f. Diagnosa Keperawatan :
Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan gangguan aliran vena, arteri, hipervolemik.
Tujuan :
Perfusi jaringan teratasi.
Kriteria Evaluasi :
- Mendemonstrasikan adanya perfusi jaringan yang adekuat dengan tanda-tanda vital yang stabil, adanya denyut nadi perifer yang kuat, kulit hangat / kering, kesadaran normal dan pengeluaran urinarius individu sesuai.
Intervensi dan Rasional

Tindakan / Intervensi
Rasional

Bantu latihan rentang gerak, meliputi latihan aktif kaki dan lutut.


Bantu dengan ambulasi awal.


Pantau tanda-tanda vital, palpasi denyut nadi perifer, catat suhu / warna kulit dan pengisian kapiler. Evaluasi waktu dan pengeluaran cairan urine.

Kolaborasi : Beri cairan IV / produk-produk darah sesuai kebutuhan.

Menstimulasi sirkulasi perifer, membantu mencegah terjadinya vena statis sehingga menurunkan resiko pembentukan trombus.

Meningkatkan sirkulasi dan mengambalikan fugsi normal organ.

Merupakan indikator dari volume sirkulasi dan fungsi organ / perfusi jaringan yang adekuat.


Mempertahankan volume sirkulasi, mendukung terjadinya perfusi jaringan.





g. Diagnosa Keperawatan :
Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang terpajan / mengingat, salah interprestasi informasi, tidak mengenal sumber informasi.
Tujuan :
Pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan terpenuhi.
Kriteria Evaluasi :
- Menyatakan pemahaman proses penyakit dan pengobatan.
- Mengidentifikasi hubungan tanda / gejala dengan proses penyakit dan menghubungkan gejala dengan faktor penyebab.
- Melakukan dengan benar, prosedur yang perlu dan menjelaskan alasan tindakan.
Intervensi dan Rasional

Tindakan / Intervensi
Rasional

Kaji ulang proses penyakit dasar dan harapan untuk sembuh


Diskusikan program pengobatan, jadwal dan kemungkinan efek samping

Anjurkan melakukan aktivitas biasanya secara bertahap sesuai toleransi dan sediakan waktu untuk istirahat adekuat

Kaji ulang pembatasan aktivitas contoh hindari mengangkat berat, konstipasi

Memberikan dasar pengetahuan pada pasien yang memungkinkan membuat pilihan berdasarkan informasi

Antibiotik dapat dilanjutkan setelah pulang, tergantung pada lamanya dirawat

Mencegah kelemahan, mening-katkan perasaan sehat


Menghindari peningkatan tekan-an intraabdomen yang tidak perlu dan tegangan otot


4. Implementasi
Hal-hal yang harus diperhatikan ketika melakukan implementasi adalah intervensi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi, penguasaan keterampilan interpersonal dan intelektual. Intervensi harus dilakukan dengan cermat dan efisien pada situasi yang tepat, keamanan fisik dan psikologi dilindungi.
Ada 3 fase pada implementasi keperawatan yaitu fase persiapan meliputi pengetahuan tentang rencana, persiapan klien dengan lingkungan. Kedua fase operasional merupakan puncak implementasi dengan berorientasi pada tujuan. Ketiga fase terminasi merupakan terminasi perawat dengan klien setelah implementasi dilakukan (Gaffar, 1999 : 66).

5. Evaluasi
Fase akhir dari proses keperawatan adalah evaluasi terhadap Asuhan Keperawatan. Hal-hal yang dievaluasi adalah keakuratan, kelengkapan dan kualitas data. Teratasi atau tidaknya masalah klien serta pencapaian tujuan serta ketepatan pada praktek (Gaffar, 1999 : 67).
Menurut Brunner & Suddarth (2002 : 468) mengemukakan bahwa hasil yang diharapkan dari masing-masing diagnosa adalah :
a. Fungsi pernafasan optimal dan pola nafas efektif.
b. Volume cairan terpenuhi.
c. Gangguan rasa nyaman nyeri teratasi.
d. Intake nutrisi adekuat.
e. Integritas kulit dan jaringan kembali normal.
f. Perfusi jaringan teratasi.
g. Klien memahami tentang proses penyakitnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar