Jumat, 19 Maret 2010

ASUHAN KEPERAWATAN PADA GANGGUAN SISTEM PERNAPASAN AKIBAT ASTHMA BRONCHIALE

ASUHAN KEPERAWATAN PADA GANGGUAN SISTEM PERNAPASAN AKIBAT ASTHMA BRONCHIALE


A. Konsep Dasar
1. Pengertian
Asthma Bronchiale adalah penyakit obstruksi jalan nafas, yang dapat pulih dan bersifat intermiten yang ditandai dengan penyempitan jalan nafas yang mengakibatkan dispnea, batuk dan mengi (wheezing). (Suddart, 2001:611).
Asthma Bronchiale adalah penyakit obstruktif yang ditandai oleh spasme akut otot polos bronkiolus Menyebabkan obstruksi aliran udara dan penurunan Ventilasi alveolus. (Corwin, 2000:430)
Asthma Bronchiale adalah suatu penyakit yang di cirikan oleh Hipersensitivitas cabang-cabang trakeobronkial terhadap berbagai jenis rangsangan. Keadaan ini bermanifestasi sebagai penyempitan saluran-saluran nafas secara periode dan reversible akibat bronkopasme. ( Price, 1997:689 ).
Asthma bronchiale adalah suatu penyakit yang dicirikan oleh hipersensitivitas cabang – cabang trakeobronchial oleh berbagai jenis rangsangan yang menyebabkan obstuksi aliran udara yang dapat mengakibatkan dispnea, batuk dan mengi (wheezing).
2. Anatomi Fisiologi Saluran Pernafasan
Anatomi fisiologi system saluran pernapasan seperti gambar 1.1 dibawah ini.






Gambar 1.1
Sistem Saluran Pernapasan Beserta Cabang-cabangnya (Price, 1997 : 646)
a. Hidung
Hidung dibentuk oleh dua tulang nasal dan tulang rawan, di dalamnya terdapat bulu-bulu halus (rambut) yang membantu mencegah benda asing masuk kedalam hidung, kalum nasalis merupakan satu lubang besar yang dipisahkan oleh septum, rongga hidung dilapisi oleh membran mukosa bersilia yang memiliki banyak pembuluh darah, udara kemudian dihangatkan. Setelah melewati epitelium yang mengandung banyak kapiler, ujung-ujung saraf indera penciuman terletak di bagian tertinggi rongga hidung, menghubungkan lubang-lubang dari sinus udara para-nasalis dan juga lubang-lubang naso-lakrimaris yang menyalurkan air mata dari mata ke dalam bagian bawah rongga nasalis. (Watson, 2002:296).

b. Faring
Faring adalah pipa berotot berjalan dari dasar tengkorak sampai persambungannya dengan esofagus pada ketinggian tulang rawan krikoid, letaknya di belakang hidung (naso-faring), orofaring letaknya di belakang mulut dan laringofaring yang terletak di belakang laring, naso-faring dilapisi membran mukosa bersilia yang merupakan bagian sistem pernafasan dan sistem pencernaan, tetapi tidak digunakan untuk menelan dan bernafas secara bersamaan. (Evelyn , 1997:212)
c. Laring
Laring (tenggorok) terletak di depan bagian terendah faring yang memisahkan dari kolumna vertebra, laring terdiri atas kepingan tulang rawan yang diikat bersama oleh ligamen dan membran, yang terbesar adalah tulang rawan tiroid, yang terdapat benjolan subkutan yang dikenal sebagai jakun, laring terdiri dari dua lempengan di tepi atasnya terdapat lekukan berupa v. tulang rawan krikoid terletak di bawah tiroid, tulang rawan lainnya ialah tulang rawan aritenoid dan tulang rawan kuneiform. (Evelyn, 1997:213)
d. Trakhea
Trakhea dibagi atas bagian kiri dan bagian kanan bronkus utama yang sejajar dengan vertebrae thoricae yang kelima. Panjangnya sekitar 12 cm, pada sisi trakea terdapat paru-paru, dengan kelenjar tiroid di sebelah atasnya. Dinding trakea tersusun atas otot involunter dan jaringan fibrosa yang diperkuat oleh cincin tulang rawan hialin, trakea dihubungkan dengan epitelium yang mengandung sel-sel goblet yang mengekresi mukus. Silia membersihkan mukus dan partikel-partikel asing yang dihisap ke arah laring. (Watson. 2002:302)
e. Bronkus
Dua bronkus utama dimulai pada trakea yang bercabang dua, setiap cabang tersebut masuk kedalam paru-paru. Bronkus utama sebelah kiri lebih sempit, lebih panjang, dan lebih horizontal daripada bronkus utama sebelah kanan, karena jantung terletak agak kiri dari garis tengah, paru-paru kanan mempunyai tiga lobus, dan paru-paru kiri mempunyai dua lobus, setiap cabang kemudian dibagi menjadi cabang-cabang untuk setiap segmen bronkopulmoner.
f. Bronkiolus
Bronkus yang paling halus disebut bronkiolus, ini tidak mempunyai tulang rawan, tetapi disusun oleh muskulus, fibrosa dan jaringan elastis yang dihubungkan dengan kuboid epitelium. Apabila bronkiolus mengecil, jaringan fibrosa dan muskulus menjadi tidak tampak pada saluran yang paling kecil.
3. Klasifikasi Asthma Bronchiale
a. Asthma Ekstrinsik atau Alergik
Asthma Alergik ini disebabkan oleh alergen misalnya serbuk sari, bulu halus binatang, stress, makanan dan jamur, kebanyakan alergen terdapat diudara dan musiman. Pasien dengan asma alergik biasanya mempunyai riwayat keluarga yang alergik, pemajanan terhadap alergen mencetuskan serangan asma.
b. Asthma Intrinsik atau Idiopatik
Asma ini tidak berhubungan dengan alergen spesifik, sering tidak ditemukan faktor-faktor pencetus, asma intrinsik ini lebih sering timbul sesudah usia empat puluh tahun, dengan serangan yang timbul sesudah infeksi sinus hidung atau pada percabangan trakeobronhial, makin lama serangan makin hebat. Akhirnya keadaan ini berkelanjutan menjadi bronchitis kronis atau emfisema.
c. Asthma Campuran
Dimana terdiri dari komponen-komponen asthma ektrinsik dan Intrinsik
4. Etiologi Asthma Bronchiale
Sebab utama penyakit asthma terletak pada saluran nafas yang meradang, akibat reaksi yang disebabkan oleh :
• Serbuk sari yang dihirup, bulu-bulu halus binatang, kain pembalut, dan masih banyak lagi seperti obat-obatan, uap, wangi-wangian.
• Kuman-kuman yang berterbangan dan terhirup oleh hidung.
• Selain itu faktor-faktor non fisik seperti flu biasa, latihan fisik, emosi dan pengaruh lingkungan dapat menjadi penyebab serangan asthma.
5. Tanda dan Gejala Asthma Bronchiale
a. Menurut Suddart (2001:612) menyatakan bahwa ada tiga gejala umum asthma sering kali terjadi malam hari, serangan asthma biasanya timbul mendadak dengan batuk dan rasa sesak dalam dada, disertai dengan pernafasan lambat, mengi, laborius, ekspirasi selalu lebih, susah dan panjang dibanding inspirasi, jalan nafas yang tersumbat menyebabkan dispnea, tanda selanjutnya termasuk sianosis sekunder, terhadap hipoksia hebat, dan gejala-gejala retensi karbondioksida, termasuk berkeringat, takikardi dan pelebaran tekanan nadi.
b. Menurut Corwin ( 2000:431 )
Tanda dan gejala Asthma yaitu :
• Dispneu berat
• Retraksi dada
• Nafas cuping hidung
• Peningkatan jelas usaha bernafas
• Wheezing
• Pernafasan yang dangkal dan cepat
• Selama serangan asthma, udara terperangkap karena spasme dan mukus memperlambat ekspirasi. Hal ini menyebabkan waktu menghembuskan udara menjadi lebih lama.
c. Menurut Price (1997:690) tanda dan gejalanya
Yaitu dispnea, pasien merasa sangat tercekik dan mengerahkan tenaga untuk bernafas, percabangan trakeobronkhial melebar dan memanjang selama inspirasi, tetapi sulit untuk memaksakan udara keluar dari bronkiolus yang sempit, yang mengalami edema dan terisi mukus, udara terperangkap pada bagian distal tempat penyumbatan, sehingga terjadi hiperinflasi progresif dari paru-paru sewaktu pasien berusaha memaksakan udara keluar akan timbul mengi ekspirasi memanjang.
6. Patofisiologi
Asthma nampaknya melibatkan suatu hiperesponsibilitas reaksi peradangan pada respon alergi disaluran nafas, Antibodi IgE berikatan dengan alergen dan menyebabkan degranulasi sel mast. Akibat degranulasi tersebut histamin dilepaskan. Histamin menyebabkan kontraksi otot polos bronkiolus. apabila respon histaminnya berlebihan, maka dapat timbul spasme asmatik, karena histamin juga merangsang pembentukan mukus dan meningkatkan permeabilitas kapiler, maka juga akan terjadi kongesti dan pembengkakan ruang interstisium paru. (Corwin, 2000:431)
Beberapa individu dengan asthma mengalami respon imun yang buruk terhadap lingkungan mereka. Antibodi yang dihasilkan IgE menyerang sel mast dalam paru. Pemajanan ulang terhadap antigen mengakibatkan ikatan antigen dengan anti bodi pelepasan. Produk sel-sel mast (mediator) seperti histamin, bradikinin dan prostaglandin serta anafilaksis dari substansi yang bereaksi lambat, pelepasan mediator ini dalam jaringan paru mempengaruhi otot polos dan kelenjar jalan nafas, menyebabkan bronkospasme, pembengkakan membran mukosa dan pembentukan mukus yang sangat banyak system saraf otonom mempersarafi paru, tonus otot bronchial diatur oleh impuls saraf vagal jalan nafas dirangsang oleh faktor seperti infeksi, latihan, dingin, merokok, emosi dan polutan, jumlah asetilkotin yang dilepaskan meningkat. Pelepasan asetilkolin ini secara langsung menyebabkan bronkokontriksi juga merangsang pembentukan mediator kimiawi dan kontruksi otot polus. (Suddart, 2001:611).
Pada saat pasien terpapar alergen penyebab asthma klien merasa tercekik maka segera timbul rasa sesak dan susah untuk bernafas, kesulitan bernafas terletak pada saat klien ekspirasi, disini udara terperangkap pada bagian distal tempat penyumbatan, sehingga terjadi hiperinflasi progresif dari paru-paru sehingga sewaktu pasien berusaha merasakan udara keluar akan timbul mengi ekspirasi memanjang yang merupakan ciri khas asthma. Serangan asthma ini berlangsung beberapa menit sampai beberapa jam, diikuti dengan batuk produktif yang banyak sekali dengan seputum berwarna keputih-putihan. (Price, 1997:690).
7. Dampak Asthma Bronchiale Terhadap Sistem Tubuh
Gangguan pada sistem lain yang terjadi akibat Asthma Bronchiale merupakan manifestasi dari ketidakadequatan pemenuhan kebutuhan oksigen yang mempengaruhi hampir semua sistem tubuh.
a. Sistem Pernafasan
Ketidakadequatan jalan nafas oleh bronkopasme, edema mukosa, dan hipersekresi sekret dapat berpengaruh pada ketepatan dari ventilasi, jumlah ventilasi udara tidak terpenuhi sehingga berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan oksigen tubuh, tubuh akan berespon untuk bernafas dengan cepat sebagai kompensasi untuk mencukupi kebutuhan oksigen.
b. Sistem Persyarafan
Penurunan kesadaran dapat terjadi sebagai akibat dari asidosis respiratorik dan kurangnya suplai oksigen ke otak.
c. Sistem Kardiovaskular
Takipnea dan keringat yang berlebihan ditambah dengan masukan cairan yang kurang dapat menyebabkan dehidrasi, jika tidak dapat menggunakan penggunaan yang tepat sebagai akibatnya jantung memompa lebih cepat dan terjadi peningkatan denyut jantung (takikardi).
d. Sistem Gastrointestinal
Dispnea yang terus menerus dan sputum dapat menyebabkan anoreksia sehingga kebutuhan nutrisi klien tidak terpenuhi selain tirah baring dan kurang aktivitas dapat mengakibatkan penurunan motilitas usus dan terjadi konstipasi yang dimanifestasikan penurunan frekuensi bising usus.
e. Sistem Urinaria
Dehidrasi yang mungkin terjadi dapat menyebabkan hipovolemi sehingga merangsang osmoreseptor yang dapat mengeluarkan ADH sehingga terjadi retensi cairan yang dapat menurunkan urine out put.
f. Sistem Integumen
Usaha nafas yang berlebihan dapat menyebabkan kelelahan sehingga terjadi pengeluaran keringat yang berlebihan. Bibir membran berwarna pucat atau kebiruan (sianosis) karena kurangnya suplai oksigen kejaringan.
g. Sistem Muskuloskeletal
Kekurangan oksigen kejaringan dapat menyebabkan kelelahan sehingga terjadi penurunan kekuatan otot yang menyebabkan kesulitan untuk melakukan ROM.

8. Manajemen Medik
Prinsip Penatalaksanaan Asthma Bronchiale adalah :
a. Pengobatan
Menurut Suddart (2000:613) terdapat 5 kategori pengobatan yang digunakan dalam mengobati asthma :
1. Agonis Beta
Agonis Beta (Agen B-adrenergik) adalah medikasi awal yang digunakan dalam mengobati asthma karena agen ini mendilatasi otot-otot polos bronchial, agen yang paling umum digunakan adalah epinefin, albuterol metaproterenol, isoproterol, isoetharin dan terbutalin, obat-obat ini biasanya diberi secara parenteral dan inhalasi.
2. Metilsantin
Metilsantin, seperti aminofilin (bentuk IV teofilin) diberikan secara intravena. Teofilin diberikan per oral. Metilsantrin tidak digunakan dalam serangan akut karena awitannya lebih lambat dibanding agonis beta.
3. Antikolinergik
Antikolinergik, seperti atropin, tidak pernah dalam riwayatnya digunakan untuk pengobatan rutin asthma karena efek samping sistemiknya, seperti kekeringan pada mulut, penglihatan kabur, berkemih ayang-ayangan, palpitasi, dan flusing. Agen ini diberikan melalui inhalasi.
4. Kortikostiroid
Kortikostiroid penting dalam pengobatan asma, medikasi ini diberikan secara intravena (hidrokortison), secara oral (prednison, prednisolon), atau melalui inhalasi (beklometason, deksametason).
5. Inhibitor Sel Mast
Natrium kromalin, suatu inhibitor sel mast adalah bagian integral dari pengobatan asma, medikasi ini diberikan melalui inhalasi.
6. Prosedur Diagnosik
Menurut Barbara Engram (2004:54) prosedur diagnosik klien Asthma Bronchiale adalah :
• GDA hipokapnia (PaCo2 kurang dari 35 MmHg) disebabkan menurunnya perfusi ventilasi selanjutnya PaCo2 meningkat diatas normal sesuai dengan meningkat tahanan jalan nafas.
• Jumlah sel darah (JSD) menunjukkan adanya peningkatan kadar eosinofil.
• Pemeriksaan fungsi paru-paru, menunjukkan penurunan kekuatan kapasitas paru.
• Pengumpulan contoh sputum untuk pemeriksaan kultur dan tes sensitifitas untuk menentukan infeksi dan mengidentifikasi antimikroba yang cocok dalam mengobati infeksi yang terjadi.
• Sinar X paru mempelihatkan distensi alveoli.

B. Pendekatan Proses Keperawatan
Proses keperawatan adalah metode sistematik dimana secara langsung perawat bersama klien secara bersama menentukan masalah keperawatan, sehingga membutuhkan asuhan keperawatan, membuat perencanaan dan rencana implementasi (Gaffar, 1999:54).
1) Pengkajian
Pengkajian merupakan dasar utama atau langkah awal dari proses keperawatan secara keseluruhan. Pada tahap ini semua data atau informasi tentang klien yang dibutuhkan dikumpulkan dan dianalisa untuk menentukan diagnosa keperawatan (Gaffar, 1999:57).
Tahap pengkajian keperawatan terdiri dari dua tahap yaitu :
a. Pengumpulan data
1. Identitas
Meliputi identitas klien, nama klien, umur, jenis kelamin, pendidikan, agama, pekerjaan, diagnosa medis, no RM, tanggal masuk RS, tanggal pengkajian dan alamat, sedangkan penanggung jawab meliputi nama, umur, pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan klien, serta alamat.
2. Riwayat kesehatan klien
a. Alasan masuk perawatan
Disini menggambarkan tentang hal-hal yang menjadikan pasien dibawa ke RS dan dirawat.
b. Keluhan utama
Keluhan utama ini diambil dari data subjektif atau objektif yang paling menonjol yang dialami oleh klien. Keluhan utama pada asthma bronchiale adalah sesak nafas, batuk yang terus-menerus serta badan terasa lemah.
c. Riwayat Kesehatan Sekarang
Dalam pengumpulan data status sekarang dilihat dari keluhan utama klien dengan menggunakan pola PQRST.
P : Klien biasanya merasakan sesak menyerang secara berkala dan mungkin terjadi pada waktu tertentu sepanjang tahun.
Q : Sesak yang dirasakan klien semakin lama semakin bertambah berat apabila beraktivitas.
R : Sesak yang dirasakan di daerah dada.
S : Klien biasanya akan cemas namun klien akan merasa aman bila ada orang terdekat disampingnya, dan klien akan merasa aman dengan melakukan sesuatu yang dapat meringankan sesak yang dialaminya, misalnya dengan tidur setengah duduk.
T : Sesak biasanya dirasakan klien bila klien letih atau pada waktu tekanan emosi yang hebat dan juga pada waktu pergantian iklim.
3. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Kaji aktivitas apa yang klien lakukan pada saat serangan terjadi, tanyakan apakah ada obat-obatan yang masih dikonsumsi klien terutama obat-obatan yang termasuk zat adiktif, tanyakan juga pada klien mengenai kebiasaan yang dilakukan dan kebiasaan merokok serta riwayat penggunaan alkohol.
4. Riwayat Kesehatan Keluarga
Pada riwayat kesehatan keluarga ini dikaji tentang apakah ada anggota keluarga yang mempunyai penyakit yang sama, penyakit astma bronchiale merupakan penyakit keturunan, jadi individu yang mengalami penyakit ini bisa diturunkan oleh anggota keluarganya.
5. Data Biologis dan Fisiologis
Data ini diperoleh dari anamnesa, baik dari klien maupun dari keluarga yang menyangkut pola kebiasaan, meliputi :
a. Pola Nutrisi
Pada penyakit asthma bronchiale, klien akan mengalami penurunan nafsu makan dan mual sehingga pola makan akan mengalami perubahan nutrisi tetapi pola minum tidak mengalami perubahan.
b. Pola Eleminasi
Klien tidak mengalami perubahan seperti BAK dan BAB
c. Pola Istirahat Tidur
Klien biasanya mengalami gangguan pola istirahat tidur, dari sesak yang dirasakan pada saat malam hari.
d. Pola Personal Hygine
Klien tidak mengalami kesulitan dalam kebutuhan perawatan akibat kurangnya perawatan dan akibat adanya kelemahan fisik.

e. Pola Aktivitas dan Olah Raga
Klien akan mengalami kesulitan dalam melakukan aktivitas karena kelemahan fisik.
6. Pemeriksaan Fisik
a. Sistem Pernapasan
Pada system ini akan ditemukan sesak nafas dan batuk berdahak karena ketidakadequatan jalan nafas oleh sputum yang kental sehingga akan berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan oksigen
b. Sistem Persarafan
Klien akan mengalami takipnea dan keringat yang berlebihan.
c. Sistem Gastrointestinal
Kilen akan mengalami anoreksia dan mual akibat dari sputum yang kental sehingga kebutuhan nutrisi klien tidak terpenuhi
d. Sistem Integumen
Pada sistem ini biasanya klien akan terlihat pucat atau sianosis pada kuku dan bibir karena kurangnya suplai oksigen kejaringan.
e. Sistem Urinaria
Klien akan mengalami hipovolemia sehingga terjadi retensi cairan yang dapat menurunkan out put
f. Sistem Muskuloskeletal
Pada sistem ini biasanya klien akan mengalami kelemahan sehingga terjadi penurunan kekuatan otot yang diakibatkan kurangnya oksigen kejaringan yang dapat berpengaruh pada pergerakan klien.
7. Data Psikologis
Perlu dikaji perasaan klien tentang kondisi dan rencana terapeutik pasien dapat mengekspresikan masalah tentang kekambuhan dan dampak terhadap pekerjaan dan aktivitas lainnya.
a. Status Emosional
Kemungkinan ditemukan emosi klien gelisah
b. Konsep Diri
1. Body Image ( Gambaran diri )
Gambaran diri adalah sikap seseorang terhadap tubuhnya secara sadar. ( Stuart dan Sundeen, 1991 : 374 )
2. Harga diri
Harga diri adalah penilaian pribadi terhadap hasil yang dicapai dengan menganalisa seberapa jauh perilaku mematuhi ideal diri.
( Stuart dan Sunden, 1991 : 376 )
3. Ideal Diri
Ideal diri adalah persepsi idividu tentang bagaimana ia berprilaku sesuai dengan standar pribadi. ( Stuart dan Sundeen, 1991 : 375 )
4. Peran
Peran adalah pola sikap, prilaku nilai dan tujuan yang diharapkan dari seseorang berdasarkan posisinya di masyarakat. ( Beck dkk, 1984 : 302 )
5. Identitas
Identitas adalah kesadaran akn diri sendiri yang bersumber dari observasi dan penilaian yang merupakan sintesa dari semua aspek konsep diri sebagai satu kesatuan yang utuh ( Stuart dan Sundeen, 1991 : 378 )
8. Data Sosial
Perlu dikaji hubungan klien dengan keluarga dan orang lain, serta dengan petugas kesehatan dan persepsi klien sehubungan dengan perannya dalam keluarga yang tidak dapat dilakukannya selama menjalani perawatan di rumah sakit.
9. Data Spiritual
Aspek ini menyangkut tentang kepercayaan dan keyakinan terhadap Tuhan, nilai-nilai norma keagamaan akan penyakit yang dialami.
10. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan labolatorium, GDA Hipokapnea ( Pa CO2 kurang dari 35 MmHg). Karena pada pasien asthma terjadi penurunan perfusi ventilasi. Dan pemeriksaan sel darah merah karena menunjukkan adanya kadar eosinofil.
b. Pemeriksaan radiologi, pemeriksaan rontgen dada, bronkoskopi, pemeriksaan angiografi, pembuluh-pembuluh pulmonari, torakoskopi. (Suddart, 2000:535).
11. Analisa data
Analisa data yaitu menghubungkan data yang diperoleh dengan konsep, teori, prinsip asuhan keperawatan yang relevan dengan kondisi klien (Gaffar, 1999:69).

2) Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang menjelaskan status atau masalah aktual atau resiko (Gaffar, 1999:61).
Diagnosa keperawatan yang muncul pada klien dengan asthma bronchiale menurut Doenges (1999:156) :
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan bronkospasme, penyempitan produksi sekret, sekresi kental.
b. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen (obstruksi jalan nafas oleh sekresi, spasme bronkus, jebakan udara).
c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan dispnea, kelemahan, efek samping obat, produksi sputum, anoreksia, (mual dan muntah).
d. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan utama (penurunan kerja silia, menetapnya sekret). Tidak adequatnya imunitas (kerusakan jaringan, peningkatan pemajanan pada lingkungan).
e. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi, tindakan berhubungan dengan kurang informasi atau tidak mengenal sumber informasi, kurang mengingat atau keterbatasan kognitif.

3) Perencanaan Keperawatan
Setelah merumuskan diagnosa keperawatan maka perlu dibuat perencanaan, intervensi keperawatan dan aktivitas keperawatan.
Tujuan Perencanaan adalah untuk mengurangi, menghilangkan dan mencegah masalah keperawatan pada klien. Tahapan perencanaan keperawatan adalah penentuan prioritas diagnosa keperawatan, penetapan sasaran (goal) dan tujuan (objektif), penetapan kriteria evaluasi dan merumuskan intervensi keperawatan (Gaffar, 1999:63)
Adapun perencanaan dan rasional diagnosa keperawatan menurut Doenges adalah :
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan bronkospasme, peningkatan produksi sekret, sekresi tertahan tebal, sekresi kental.
Tujuan : bersihan jalan nafas efektif
Kriteria evaluasi : tanda-tanda vital dalam batas normal, sesak menghilang wheezing menghilang, penggunaan otot pernafasan tambahan menghilang, pernafasan cuping hidung menghilang.

TINDAKAN / INTERVENSI RASIONAL
1. Auskultasi bunyi nafas. Catat adanya bunyi nafas tambahan, misalnya mengi, ronki, dan krekels.
2. Kaji pasien untuk posisi yang nyaman, misalnya, peninggian kepala tempat tidur, duduk pada sandaran tempat tidur

3. Hindarkan klien dari alergen seperti bulu-bulu halus, debu, dsb.
4. Dorong / bantu latihan nafas abnomen atau bibir

5. Tingkatkan masukan cairan sampai 1500 ml / hari
6. Berikan obat sesuai indikasi
 bronkodilator
 Xantin
 kromolin
 analgesik atau antitusif 1. Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan adanya obstruksi jalan nafas.

2. Peninggian kepala tempat tidur mempermudah fungsi pernafasan dengan menggunakan grafitasi.

3. Alergen dapat mencetuskan serangan

4. Memberikan pasien beberapa cara untuk mengatasi dan mengontrol dispnea dan menurunkan jebakan udara.
5. hidrasi membantu menurunkan kekentalan sekret, mempermudah pengeluaran.
6. Merilekskan otot halus, menurunkan spasme jalan nafas, menurunkan edemukosa, menurunkan implamasi jalan nafas, dan meredakan batuk menetap yang melelahkan.

2. Kerusakan pertukaran gas (obstruksi jalan nafas oleh sekresi, spasme bronkus, jebakan udara).
Tujuan : menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adequate dengan GDA dalam rentang normal dan bebas gejala distress pernafasan.

TINDAKAN / INTERVENSI RASIONAL
1. Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan. Cata penggunaan otot aksesori, nafas bibir, ketidak mampuan berbicara.
2. Tinggikan kepala tempat tidur, Bantu pasien untuk memilih posisi yang mudah untuk bernafas.

3. Dorong untuk mengeluarkan sputum, penghisapan bila di indikasikan.

4. Auskultasi bunyi nafas, catat area penurunan aliran udara atau bunyi tambahan.


5. Awasi tingkat kesadaran atau status mental.



6. Awasi / gambarkan seri GDA dan nadi oksimetri.




7. Berikan tambahan oksigen yang sesuai dengan indikasi.
8. Berikan penekan system saraf pusat misal : antiansietas, sedatif atau narkotik dengan hati-hati.
9. Bantu intubasi, berikan / pertahankan ventilasi mekanik.
1. Berguna dalam evaluasi derajat distress pernafasan dan / kronisnya proses penyakit.

2. Pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk tinggi dan latihan nafas untuk menurunkan kolaps jalan nafas, dispnea dan kerja nafas.
3. Kental, tebal, dan banyaknya sekresi adalah sumber utama gangguan pertukaran gas pada jalan nafas kecil.
4. Bunyi nafas mungkin redup karena penurunan aliran udara atau area konsolidasi. Adanya mengi mengindikasikan spasme bronkus / tertahannya sekret.
5. Gelisah dan ansietas adalah manifestasi umum pada hipoksia. GDA memburuk disertai bingung / samnolen menunjukkan disfungsi serebral yang berhubungan dengan hipoksemia.
6. Pa CO2 biasanya meningkat (bronchitis, emfisema) dan PaO2 secara umum menurun, sehingga terjadi hipoksia. PaCO2 normal atau meningkat menandakan kegagalan pernafasan yang akan datang selama asmatik.
7. Dapat memperbaiki / mencegah memburuknya hipoksia.
8. Digunakan untuk mengontrol ansietas / gelisah yang meningkatkan konsumsi oksigen / kebutuhan.
9. Terjadi kegagalan nafas yang akan datang memerlukan upaya tindakan penyelamatan hidup.

3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan dispneu, kelemahan, efek samping obat, produksi sputum, anoreksia, mual muntah.
Tujuan : nutrisi terpenuhi sesuai kebutuhan.
Kriteria evaluasi : tidak terjadi penurunan BB, porsi makan habis sesuai program diet.



TINDAKAN / INTERVENSI RASIONAL
1. Kaji kebiasaan diet, masukan makanan saat ini, catat derajat kesulitan makan, evaluasi BB dan ukuran tubuh.
2. Auskultasi bunyi usus.





3. Berikan perawatan oral sering, buang sekret, berikan wadah khusus untuk sekali pakai dan tisu.

4. Hindari makanan penghasil gas dan minuman karbonat.

5. Timbang berat badan sesuai indikasi.


6. Kaji pemeriksaan laboratorium, misal : albumin serum, transferin, profil asam amino, besi, pemeriksaan keseimbangan nitrogen, glukosa. 1. Pasien distress pernafasan akut sering anoreksia karena dispnea, produksi sputum, dan obat.
2. Penurunan / hipoaktif bising usus menunjukkan penurunan motilitas gaster dan konstipasi (komplikasi umum) yang berhubungan dengan pembatasan pemasukan cairan, pilihan makanan buruk, penurunan aktivitas dan hipoksemia.
3. Rasa tidak enak, bau dan penampilan adalah pencegah utama terhadap nafsu makan dan dapat membuat mual dan muntah dengan peningkatan kesulitan nafas.
4. Dapat menghasilkan distensi abdomen yang mengganggu nafas abdomen dan gerakan diafragma, dan dapat meningkatkan dispnea.
5. Berguna untuk menentukan kebutuhan kalori, menyusun, tujuan berat badan, dan evaluasi keadequatan rencana nutrisi.
6. Mengevaluasi / mengatasi kekurangan dan mengawasi keefektifan terapi nutrisi.

4. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adequatnya pertahanan utama (penurunan kerja silia, menetapnya sekret) tidak adequatnya imunitas (kerusakan jaringan, peningkatan pemajang pada lingkungan.
Tujuan : infeksi tidak terjadi.
Kriteria evaluasi : tidak terdapat tanda-tanda dan gejala terjadinya infeksi seperti peningkatan suhu tubuh, sputum yang berbau atau berwarna kehijauan, leukositosis.

TINDAKAN / INTERVENSI RASIONAL
1. Awasi suhu

2. Jelaskan pentingnya latihan nafas, batuk efektif, perubahan posisi sering dan masukan cairan adequat.
3. Awasi pengunjung, berikan masker sesuai indikasi.
4. Diskusikan kebutuhan masukan nutrisi adequate.

5. Berikan antimikrobial sesuai indikasi. 1. Demam dapat terjadi karena infeksi dan dehidrasi.
2. Aktivitas ini meningkatkan mobilisasi dan pengeluaran secret untuk menurunkan resiko terjadinya infeksi paru.
3. Menurunkan potensial tepajan pada penyakit infeksius.
4. Malnutrisi dapat mempengaruhi kesehatan umum dan menurunkan tahanan terhadap infeksi.
5. Dapat diberikan untuk organisme khusus yang teridentifikasi dengan kultur dan sensitivitas, atau diberikan secara profilaktik karena resiko tinggi.

5. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi, tindakan berhubungan dengan kurang informasi / tidak mengenal sumber informasi, kurang mengingat / keterbatasan kognitif.
Tujuan : kebutuhan informasi klien terpenuhi
Kriteria evaluasi : klien mengatakan pemahaman kondisi atau proses penyakit dan tindakan, klien dapat mengidentifikasi hubungan tanda atau gejala yang ada dan proses penyakit dan menghubungkan dengan faktor penyebab, klien mampu melakukan perubahan perilaku dan pola hidup berpartisipasi dalam program pengobatan.

TINDAKAN / INTERVENSI RASIONAL
1. Jelaskan / kuatkan penjelasan proses penyakit individu, dorong pasien / orang terdekat untuk menanyakan pertanyaan.
2. Kuatkan rasional untuk latihan nafas, batuk efektif.



3. diskusikan obat pernafasan, efek samping, dan reaksi yang tidak diinginkan.

4. Diskusikan pentingnya menghindari orang yang sedang infeksi pernafasan aktif.
5. Diskusikan faktor individu yang meningkatkan kondisi, misal : udara terlalu kering, angin, lingkungan dengan suhu ekstrim, serbuk, asap tembakau dll. 1. Menurunkan ansietas dan dapat menimbulkan perbaikan partisipasi pada rencana pengobatan.
2. Nafas bibir dan nafas abdominal / diafragmatik menguatkan otot pernafasan, membantu meminimalkan kolaps jalan nafas kecil, dan memberikan individu arti untuk mengontrol dispnea.
3. Pasien ini sering mendapat obat pernafasan banyak sekaligus yang mempunyai efek samping hampir sama dan potensial interaksi obat.
4. Menurunkan pemajanan dan insiden mendapatkan infeksi saluran nafas atas.

5. Faktor lingkungan ini dapat menimbulkan / meningkatkan iritasi bronchial dapat menimbulkan peningkatan produksi sekret dan hambatan jalan nafas.

4) Implementasi.
Implementasi merupakan pelaksanaan perencanaan keperawatan oleh perawat dan klien. Hal-hal yang harus diperhatikan ketika melakukan implementasi adalah dilakukan sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi (Gaffar,1999:65).

5) Evaluasi dan Catatan Perkembangan..
Fase akhir dari proses keperawatan adalah evaluasi terhadap asuhan keperawatan yang diberikan. Hal-hal yang dievaluasi adalah keakuratan, kelengkapan dan kualitas data, teratasi atau tidaknya masalah klien, serta pencapaian tujuan serta ketepatan intervensi keperawatan (Gaffar,1999:67).
Catatan Perkembangan berisikan perkembangan atau kemajuan dari tiap- tiap masalah yang telah dilakukan tindakan dan disusun oleh semua anggota yang terlibat dengan menambahkan catatan perkembangan pada lembaran yang sama. Catatan dengan kata-kata dapat dipakai pada pengisian status dengan data yang menonjol dari tiap masalah atau menggunakan format SOAPIER, yaitu :
S : Subjektif Data.
O : Objektif Data.
A : Analisa atau Assesment
P : Planing.
I : Implementasi
E: Evaluasi
R : Reassesment

Tidak ada komentar:

Posting Komentar