Asuhan keperawatan Dengan Gastroenteritis Akibat Infeksi Bakteri Escherichia coli
A. Konsep Dasar
1. Pengertian
Menurut Ramali (1997: 135), Gastroenteritis adalah peradangan pada lambung dan usus. Barrie (1997: 70) mengemukakan bahwa gastroenteritis merupakan istilah umum untuk berbagai macam keadaan yang biasanya disebabkan oleh infeksi dan menimbulkan gejala berupa hilangnya nafsu makan, mual, muntah, diare ringan sampai berat dan rasa tidak enak perut.
Bakteri Escherichia coli merupakan suatu komensal di usus manusia yang dapat menyebabkan infeksi yang ditularkan melalui makanan (Gould & Brooker, 2003: 252).
Infeksi adalah peristiwa masuknya dan penggandaan mikroorganisme dalam tubuh penjamu (host) (Sudarto, 2002 : 107).
Dari beberapa pengertian diatas, penulis dapat menyimpulkan bahwa gastroenteritis akibat infeksi bakteri Escherichia coli adalah peradangan pada lambung dan usus halus yang diakibatkan oleh masuknya mikroorganisme yang masuk bersama makanan yang menimbulkan gejala-gejala berupa hilangnya nafsu makan, mual, muntah, diare serta rasa tidak enak di perut.
2. Anatomi Fisiologi Gaster dan Intestin
a. Gaster
Gaster (lambung) adalah yang berbentuk kantung mirif huruf J yang terletak diantara esopagus dan usus halus (Lauralee & Sherwood, 2001: 551). Lambung ditempatkan dibagian atas abdomen sebelah kiri dari garis tengah tubuh, tepat dibawah diafragma kiri. Lambung adalah kantung yang dapat berdistensi dengan kapasitas rata-rata 1500 ml. Jalan masuk dari esofagus ke lambung disebut pertemuan esofagogastrik. Bagian ini dikelilingi oleh cairan otot halus, disebut sfingter esophagus bawah (sfingter kardia) yang ada saat kontraksi menutup lambung dan esophagus. Lambung dapat dibagi kedalam empat bagian anatomis, yaitu : Kardia (jalan masuk), fundus, korpus dan pylorus (jalan keluar). Otot halus sirkuler di dinding philorus membentuk sfingter piloris dan mengontrol lubang diantara lambung dan usus halus (Brunner and Suddart, 1997 : 984)
Lambung tersusun atas empat lapisan. Tunika serosa (lapisan luar) merupakan bagian dari peritoneum viseralis. Dua lapisan peritoneum viseralis menyatu pada kurvatura minor lambung dan duodenum kemudian terus memanjang ke hati membentuk omentum minus. Lipatan peritoneum yang keluar dari satu organ menuju organ lain disebut ligamentum. Jadi omentum minus disebut juga ligamentum hepatogastrikum atau hepatoduodenalis menyokong lambung sepanjang kurvatura minor sampai ke hati. Pada kurvatura mayor, peritoneum terus kebawah membentuk omentum majus yang menutupi usus halus dari depan seperti sebuah apron besar.
Bagian muskularis tersusun atas tiga lapisan otot polos, yaitu lapisan longitudinal dibagian luar, lapisan sirkular di tengah dan lapisan oblik dibagian dalam. Sub mukosa tersusun atas jaringan areolar longgar yang menghubungkan lapisan muskularis dengan mukosa. Mukosa tersusun atas lipatan-lipatan longitudinal disebut rugae yang memungkinkan terjadinya distensi lambung sewaktu di isi makanan (Price and Wilson, 2001 : 417- 418).
Gambar berikut ini melukiskan anatomi dasar lambung secara fisiologis. (Lauralee and Sherwood, 2001: 551) mengemukakan bahwa lambung dibedakan menjadi 3 bagian yaitu : 1). Fundus yaitu bagian yang terletak diatas lubang esophagus. 2) Korpus atau badan. 3) Antrum atau bagian bawah lambung.
Gambar 1.1. Anatomi Dasar Lambung secara Fisiologis.
Lambung ada yang berfungsi secara motorik, dan ada yang menjalankan fungsi pencernaan dan sekresi. Fungsi motorik lambung meliputi: 1) Menampung, yaitu menyimpan makanan sampai makanan tersebut sedikit demi sedikit dicerna dan bergerak pada saluran cerna. 2) Mencampur yaitu memecahkan makanan menjadi partikel – partikel kecil dan mencampurnya dengan getah lambung melalui kontraksi otot yang mengelilingi lambung yaitu diatur oleh pembukaan sfingter filorus yang dipengaruhi oleh viskositas, volume, kesamaan, aktivitas osmotic, keadaan fisik, emosi, obat – obatan dan olahraga.
Fungsi pencernaan dan sekresi pada lambung meliputi : 1) Pencernaan Protein oleh pepsin dan HCL dimulai dilambung, pencernaan karbohidrat dan lemak oleh amilase dan lipase dalam lambung kecil peranannya. 2) Sintesis dan pelepasan gastrin dipengaruhi oleh protein yang dimakan, peregangan antrum, dan rangsang vagus. 3) Sekresi factor intrinsik memungkinkan absorpsi vitamin B12 dari usus halus bagian distal. 4) Sekresi mukus membentuk selubung yang melindungi lambung serta berfungsi sebagai pelumas sehingga makanan lebih mudah diangkut. 5) Sekresi bikarbonat bersama dengan sekresi gel mukus. (Price and Wilson, 2001: 420).
Pengaturan sekresi lambung dapat dibagi menjadi 3 fase yaitu : Fase sefalik, gastric dan intestinal. Fase sefalik dimulai sebelum makanan masuk kedalam lambung, yaitu akibat melihat, mencium, memikirkan atau mengecap makanan, fase ini diperantarai oleh saraf vagus. Sinyal neurogenik menyebabkan fase sefalik berasal dari korteks serebri atau pusat nafsu makan.
Impuls aferen dihantarkan melalui saraf vagus ke lambung, hal ini mengakibatkan kelenjar gastric terangsang untuk mengsekresi HCl, pepsinogen dan menambah mucus. Fase gastric dimulai saat makanan mencapai antrum pylorus. Fase sekresi gastric merupakan bagian terbesar dari total sekresi lambung harian yaitu dua per tiga dari 2000 ml. Fase intestinal dimulai oleh gerakan kimus dari lambung ke duodenum.
b. Intestin
Usus halus adalah tempat berlangsungnya sebagian besar pencernaan dan penyerapan. Usus halus adalah suatu saluran dengan panjang sekitar 6,3m dengan diameter kecil 2,5 cm (Lauralee and Sherwood, 2001: 570). Usus berada dalam keadaan bergelung didalam rongga abdomen dan terentang dari lambung sampai usus besar.
Usus halus dibagi kedalam 3 bagian anatomis yaitu duodenum (20cm), jejenum (2,5 m), ileum (3,6 m).
Pertemuan antara usus halus dan usus besar terletak dibagian bawah kanan duodenum, disebut sekum. Pada pertemuan ini yaitu katup ileosekal yang berfungsi untuk mengontrol pergerakan isi usus kedalam usus besar dan mencegah refluk bakteri kedalam usus halus. Pada tempat ini terdapat apendiks veripormis. Usus besar terdiri dari segmen asenden pada sisi kanan abdomen, segmen transversum yang memanjang dari abdomen atas kanan ke kiri, dan segmen desenden pada sisi kiri abdomen. Bagian ujung dari usus besar terdiri dari dua bagian : Kolon sigmoid dan rectum, rectum berlanjut pada anus. Jalan keluar anal diatur oleh jaringan otot lurik yang membentuk baik sfingter internal dan eksternal (Brunner and Suddart, 1997 : 984).
Usus halus berfungsi mengabsorpsi semua produk pencernaan karbohidrat, protein dan lemak, serta sebagian besar elektrolit, vitamin dan air. Sebagian besar penyerapan berlangsung di duodenum dan jejenum, sangat sedikit makanan diserap di ileum, hal ini bukan karena ileum tidak memiliki kemampuan menyerap tetapi karena sebagian besar penyerapan sudah selesai sebelum isi usus mencapai ileum. Mukosa yang melapisi lumen usus halus beradaptasi sempurna untuk melaksanakan fungsi absorpsinya karena 2 alasan, yaitu : 1) permukaan yang sangat besar dan 2) sel-sel epitel dilapisan ini memiliki berbagai mekanisme transportasi khusus.
Gambar. 1.2 Anatomi Vilus Intestin
Permukaan dalam usus halus membentuk lipatan sirkuler yang dapat dilihat dengan mata telanjang, dan meningkatkan luas permukaan tiga kali lipat, dari permukaan yang berlipat muncul tonjolan makroskopis seperti jari dikenal dengan vilus yang dapat meningkatkan luas permukaan sepuluh kali lipat lagi. Permukaan setiap vilus dilapisi sel apitel yang diselingi sel mukosa. Sel-sel epitel ini juga muncul tonjolan-tonjolan seperti rambut, disebut mikrovilus yang meningkatkan luas permukaan dua puluh kali lipat, setiap sel epitel memiliki 3000 sampai 6000 mikrovilus, didalam membran mikrovilus inilah enzim-enzim usus melaksanakan fungsinya.
3. Etiologi Gastroenteritis
Gastroenteritis yang dimanifestasikan dengan adanya diare, yang mempunyai factor penyebab :
a. Faktor Infeksi
Menurut Ngastiah (2005 : 224 ) penyebab dari Gastroenteritis meliputi:
1) Infeksi enteral yaitu infeksi saluran cerna yang merupakan penyebab utama diare, meliputi enterogen spesifik :
- Bakteri : Salmonella, Escherichia Coli, Shigela, Clostiridium diftheri, Staphylococcus aureus, Vibrio cholera.
- Virus : Rotavirus, Norwalk, Astrovirus.
- Parasit : Cacing ( Ascaris oxydris ), Protozoa (Entamoeba histolytica) Tricomonas hominis, Giardia lambia, jamur (Candida albicans), Crystosporidium.
2) Infeksi parenteral yaitu infeksi dibagian tubuh lain diluar saluran cerna: Otitus media, Pharingitis, Bronkopneumoni, Enchepalithis, Infeksi perkemihan.
b. Faktor malabsorpsi
1). Malabsorpsi karbohidrat ( intoleransi laktosa, maltosa, sukrosa ).
2). Malabsorpsi protein.
3). Malabsorpsi lemak.
c. Faktor makanan: makanan basi, beracun, alergi.
d. Faktor psikologis: rasa takut, cemas, stress (Suriadi dan Yuliani, 2001: 81).
Patogen-patogen ini menghasilkan enteroksin dan kritotoksin yang melekat pada dinding usus, kemudian menginfeksi sel-sel dan menimbulkan penyakit.
4. Patofisiologi Gastroenteritis
Toxin yang dihasilkan bakteri enterobakteri yang masuk bersama makanan menginfeksi mukosa lambung, sehingga fungsi lambung yaitu untuk mencerna dan menyimpan makanan akan terganggu. Lambung yang teriritasi akan mengalami peradangan. Makanan yang sudah tercampur dengan toxin akan dikeluarkan dari lambung perlahan-lahan menuju usus halus. Toxin bakteri menempel pada dinding usus, lalu merusak lapisan mikrovilus sehingga proses penyerapan air dan sari-sari makan terganggu. Pada dinding usus terjadi peningkatan sekresi air dan elektrolit dari mukosa usus kedalam rongga usus, sehingga terjadi peningkatan isi rongga usus oleh cairan, apabila cairan terlalu banyak, maka usus besar tidak mampu mengabsorpsi cairan, akhirnya cairan dikeluarkan dengan frekuensi defekasi yang sering (diare), (Luckman & Sorrensens, 2000: 1633).
Pada saat lambung mensekresi asam lambung berlebih, mukosa lambung akan teriritasi asam lambung (HCl). Adanya peningkatan HCl mengakibatkan asam lambung kembali keatas (refluk) sehingga akan menyebabkan mual dan tidak nafsu makan. Apabila nafsu makan kurang, maka makanan yang masuk kedalam tubuh akan berkurang. Di dalam tubuh sel-sel dan jaringan memerlukan nutrisi, karena nutrisi yang tidak adekuat maka tubuh akan menjadi lemah yang pada akhirnya klien tidak dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari. (Price and Wilson, 2001: 422)
Peradangan pada lambung dan usus akan merangsang pengeluaran mediator kimia (bradikinin, histamin, prostaglandin), semua mediator ini akan merangsang reseptor nyeri di serabut saraf perifer, selanjutnya ditransmisikan oleh serabut saraf aferen, menjalar ke spinal cord tractus spino thalamicus yang berada di thalamus yang kemudian disampaikan ke cortex serebri, lalu timbul persepsi nyeri (C. Long,1996: 112).
Pengeluaran cairan berlebih yang diakibatkan oleh muntah dan peningkatan frekuensi defekasi ini akan menyebabkan dehidrasi. Kalsium dan kalium yang berada didalam darah akan terbawa keluar bersama tinja sehingga kadar kalsium dan kalium dalam darah berkurang. Jantung akan mengalami penurunan isi sekuncup sehingga untuk memenuhi suplay darah ke seluruh tubuh, jantung harus memompa dengan kuat, dimanifestasikan dengan takhikardi, aliran darah ke perifer berkurang sehingga menyebabkan sianosis dan akral menjadi dingin yang pada akhirnya penderita mengalami syok hipovolemik.
Gambar I.1 Patofisiologi Gastroenteritis
Toxin masuk bersama makanan
Menginfeksi mukosa lambung
Peradangan pada lambung
Toxin menempel di dinding usus halus
Merusak lapisan mikrovilus
Proses penyerapan air dan sari-sari makanan terganggu
Peningkatan cairan dalam rongga usus besar
Peningkatan peristaltic usus
Peningkatan frekuensi BAB (diare)
Mengganggu fungsi lambung Merangsang pengeluaran mediator kimia (histamin,
Peningkatan produksi HCl bradikinin, prostaglandin)
Merangsang/mengiritasi mukosa lambung Merangsang reseptor nyeri
Refluk HCl Ditransmisikan oleh serabut saraf aferen
Mual/muntah
Menjalar ke spinal cord tractus spino thalamicus
Dehidrasi
Hilangnya kalsium dan kalium dalam darah Thalamus
Hipokalsemia/ hipokalemia Cortex serebri
Penurunan isi sekuncup Persepsi nyeri
Jantung memompa lebih kuat
Takikardi
Syok hipovolemik
5. Manifestasi Klinis Gastroenteritis
Jenis dan beratnya gejala tergantung dari jenis dan banyaknya mikroorganisme atau racun yang tertelan, gejalanya juga bervariasi tergantung daya tahan tubuh seseorang. Umumnya gejala yang timbul seperti mual, muntah, nyeri ulu hati, nyeri area perut, diare, distensi abdomen, dyspagia, dyspepsia. Gejala tambahan dapat berupa mulut kering, luka sekitar mulut, sulit menelan, tidak nafsu makan, muntah darah (hematemesis), berak darah (melena), kram perut, kemerahan disekitar anus. (Luckman &Sorrensens, 2000: 1560).
Muntah dan diare mengakibatkan dehidrasi dan penurunan tekanan darah, sehingga terjadi syok. Hilangnya kalium dan kalsium bersama makanan sehingga kadar keduanya menurun dalam darah (hipokalemia/ hipokalsemia)
Berdasarkan keadaan klinis, dehidrasi dibagi dalam tiga tingkatan (Mansjoer Arif, 2000: 45)
a. Dehidrasi ringan: kehilangan cairan 2-5% dari berat badan
Gambaran klinis: dehidrasi, turgor kering, suara serak, belum jatuh pada pre syok.
b. Dehidrasi sedang: kehilangan cairan 5-8% dari berat badan
Gambaran klinik: turgor jelek, suara serak, jatuh pada pre syok atau syok, nadi cepat, nafas cepat dan dalam.
c. Dehidrasi berat: kehilangan cairan 8-10% dari berat badan
Gambaran klinik: seperti tanda dehidrasi sedang ditambah dengan penurunan kesadaran (apatis sampai koma), sianosis, otot kaku.
6. Dampak Gastroenteritis Terhadap Sistem Tubuh Lain
a. Sistem Kardiovaskuler
Perubahan frekuensi dan konsistensi pengeluaran tinja menyebabkan dehidrasi, kalsium dan kalium dalam darah terbawa keluar bersama tinja sehingga terjadi hipokalemi dan hipokalsemia, terjadi penurunan isi sekuncup dan jantung melakukan pemompaan lebih kuat sehingga terjadi takhikardi, apabila jantung tidak kuat memompa darah, tekanan aliran darah akan berkurang sehingga akan terjadi penurunan tekanan darah, aliran darah ke perifer berkurang yang akan menyebabkan sianosis dan akral menjadi dingin yang pada akhirnya penderita mengalami syok hipovolemik (Brenda and Jacob, 1997: 963)
b. Sistem Neurologi
Luka atau iritasi pada Gastroenteritis merangsang pelepasan mediator kimia (histamin, bradikinin, prostaglandin), proses ini merangsang reseptor nyeri kemudian ditransmisikan ke thalamus pada kortex serebri, kemudian nyeri dipersepsikan (C. Long, 1996: 112)
c. Sistem Pernafasan
Peningkatan frekuensi nafas dapat terjadi akibat nyeri Gastroenteritis ini merangsang sinyal dari sumsum tulang belakang yang dihantarkan melalui dua jalur yaitu Spinal Thalamus Tractus (STT) ke Spinal Respiratory Tractus (SRT). Dari spinal thalamus tractus akan dihantarkan ke kortex serebri sehingga nyeri dipersepsikan sedangkan dari spinal respiratory tractus dihantarkan ke medulla oblongata sehingga mengakibatkan neural inspiratory akan meningkatkan frekuensi nafas (Price and Wilson, 2000: 265).
d. Sistem Muskuloskeletal
Nyeri mengakibatkan adanya penekanan pembuluh darah yang mengakibatkan metabolisme anaerob yang akan menghasilkan asam laktat, hal ini mengakibatkan terjadi kelemahan otot dan nyeri sendi. Aktivitas sehari-hari dapat terganggu, selain itu akibat dari kekurangan cairan akan mengakibatkan syok hipovolemik dan tubuh kehilangan kekuatan karena tidak sadar.
e. Sistem Perkemihan
Akibat dehidrasi, diuresis berkurang (oliguria sampai anuria), produk-produk metabolic yang bersifat asam tidak dapat di keluarkan karena oliguri/ anuria (Ngastiah, 1998:180).
f. Sistem Integumen
Gejala diare yang sering muncul mengakibatkan cairan terbuang bersama feses sehingga tubuh kehilangan banyak cairan dan pada akhirnya turgor kulit menjadi tidak normal. Asam lambung yang berlebih keluar bersama air dan feses, dengan adanya frekuensi defekasi yang sering, maka feses yang bersifat asam akan mengiritasi kulit sehingga terjadi kerusakan integritas kulit (Suriadi dan Suriani S.Kp, 2001: 85).
7. Manajemen Medik Gastroenteritis
Menurut Mubin Halim (2001: 293), manajemen medik dari Gastroenteritis meliputi:
a. Istirahat
Rehidrasi secepatnya
- Ringan: cukup oralit, jika tidak ada beri larutan gula dan garam.
- Berat: infus Ringer Laktat/ NaCl isotonic ditambah 1 ampul Natrium bicarbonat 7,5% 50 ml.
b. Diit sesuai indikasi, misalnya cairan jernih berangsur menjadi makanan yang dihancurkan, rendah sisa, rendah serat, tinggi kalori dan tinggi protein.
c. Medikamentosa
• Obat pertama
- Tetrasiklin 3x 500 mg/ hari selama 3-5 hari
- Kloramfenikol 3x 500 mg/ hari selama 3-5 hari
- Metronidazol 3x 500 mg/ hari selama 5-7 hari
• Obat alternatif
- Antimotilitas 3x1 tab/ hari selam 1-2 hari
- Difenoksilan
- Loperamid
- Kodein HCl
- Antiemetik
- Metoklorpropamid
- Proklormazine
- Domperidor
8. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Luckman and Sorrensens, 2000: 1564), pemeriksaan diagnostik pada klien dengan Gastroenteritis meliputi:
a. Laboratorium (darah, elektrolit, analisis feses, carsinoembrionik antigen)
b. Radiology (Barium swallow, Barium enema)
c. Colonoscopy, prosedur yang digunakan bagi klien yang mengalami riwayat konstipasi, diare dan perdarahan intestinal.
d. Ultrasonography (USG), untuk mengidentifikasi proses patofisiologi dalam pancreas, hati, limfa.
e. Analisis Gaster adalah suatu bentuk pemeriksaan sekresi asam lambung dan pepsin dalam gaster.
f. Magnetic Resonance Imaging (MRI), untuk mempelajari aliran darah dan mengidentifikasi tumor, infeksi dan gambaran otot halus.
B. Proses keperawatan
Proses keperawatan adalah metode sistematik dimana secara langsung perawat dan klien secara bersamaan menentukan masalah keperawatan sehingga membutuhkan asuhan keperawatan. Proses asuhan keperawatan mempunyai beberapa tahapan, yaitu: Pengkajian, Diagnosa Keperawatan, Perencanaan, Implementasi dan Evaluasi Keperawatan. (Gaffar, 1999: 57)
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah awal dari proses keperawatan secara komprehensif meliputi aspek bio-psiko-sosiokultural. Pada tahap ini semua data atau informasi tentang klien dikumpulkan melalui wawancara, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, dan diagnostik (Gaffar,1999: 57)
Pengkajian pada klien dengan Gastroenteritis meliputi:
a. Data Demografi
1) Identitas
a) Identitas klien
Mencakup: nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, suku/ bangsa, agama, status, alamat, tanggal masuk RS, tanggal pengkajian, diagnosa medik, nomor Rekam Medik.
b) Identitas penanggung jawab
Mencakup: nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, suku/ bangsa, agama, status, alamat, hubungan dengan klien.
2) Riwayat Kesehatan
a) Keluhan Utama
Keluhan utama diperoleh dari data subjektif atau data objektif yang paling menonjol yang dialami oleh klien. Keluhan utama pada klien dengan Gastroenteritis biasanya diare, nyeri perut, mual, muntah, akibat dari peningkatan peristaltic usus dan peradangan pada lambung dan usus.
b) Riwayat Kesehatan Sekarang
Menceritakan kronologis dari keluhan utama yang dikaji dengan menggunakan pendekatan P, Q, R, S, T, yaitu:
P : Provocative/ paliative
Apa yang menjadi pencetus diare?
Q : Quality/ quantity
Seperti apa diare dirasakan? Apa yang menyebabkan diare lebih berat atau lebih ringan? Apakah setelah makan, minum atau aktivitas?
R : Region/ Radiation
Di area mana nyeri dirasakan? Apakah menyebar?
S : Severity/ scala
Apakah gejala sudah pada tingkat dehidrasi? Dehidrasi ringan, sedang atau berat? Apakah mengganggu aktivitas?
T : Time
Kapan pertama kali diare dirasakan? Berapa kali frekuensi BAB dalam sehari? (Luckman and Sorrensens, 2000: 1560)
c) Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Pada kesehatan masa lalu ini dikaji tentang factor resiko penyebab masalah kesehatan sekarang serta jenis penyakit yang pernah diderita dimasa lalu. Factor predisposisi yang perlu dikaji meliputi: penyakit yang sebelumnya pernah diderita, kekambuhan penyakit, riwayat pembedahan, riwayat alergi makanan, penggunaan obat-obatan. Tanyakan pula mengenai riwayat penyakit berat atau menular. Pada Gastroenteritis ini perlu ditanyakan mengenai pengalaman rasa takut, cemas, stress yang pernah dialami, keracunan makanan, intoleransi produk susu yang mengandung laktosa, serta riwayat penyakit infeksi seperti Otitis media, Pharingitis, Bronkopneumoni, dimana penyakit itu akan menghasilkan toxin yang akan menjalar ke saluran cerna.
d) Riwayat Kesehatan Keluarga
Tahapan ini dikaji tentang penyakit yang pernah diderita oleh anggota keluarga yang berhubungan dengan penyakit saluran pencernaan. Kaji adakah penyakit keturunan dari keluarga. (Luckman and Sorrensens, 2000: 1560)
3) Data Biologis dan Fisiologis
a) Pola Aktivitas Harian
(1) Pola Nutrisi
Kaji kebiasaan makan dan minum sebelum dan selama dirawat di Rumah Sakit, yang meliputi frekuensi makan, jumlah, jenis makanan, riwayat diit, alergi dan pantangan makanan. Kebiasaan minum meliputi frekuensi, jumlah, jenis air, pantangan minum dalam sehari. Apakah ada perubahan atau keluhan pada makan dan minum akibat penyakit. Klien Gastroenteritis mempunyai keluhan mual dan haus karena pengeluaran cairan berlebih.
(2) Pola Eliminasi
Eliminasi BAB, kaji mengenai frekuensi, konsistensi, warna, bau, jumlah dan kelainan eliminasi serta keluhan yang dirasakan. Eliminasi BAK, kaji tentang frekuensi, jumlah, warna dan bau serta keluhan yang dirasakan. Klien dengan Gastroenteritis terjadi peningkatan frekuensi BAB dengan konsistensi yang encer/ cair.
(3) Pola Istirahat dan tidur
Gangguan istirahat dan tidur dapat terjadi pada klien dengan Gastroenteritis karena adanya peningkatan frekuensi BAB dan adanya nyeri, dikaji pula kebiasaan dan pola tidur klien.
(4) Pola Personal Hygiene
Dikaji mengenai kebiasaan mandi, gosok gigi, mencuci rambut dan menggunting kuku, apakah klien memerlukan bantuan orang lain atau dapat dilakukan sendiri. Biasanya ditemukan adanya keterbatasan aktivitas karena kelemahan sehingga kebersihan diri kurang, misalnya: keadaan tubuh yang kotor.
(5) Pola Aktivitas dan Latihan
Dikaji apakah aktivitas yang dilakukan klien di rumah dan di Rumah Sakit dibantu atau secara mandiri. Biasanya terjadi kesulitan dalam melakukan aktivitas karena kelemahan dan rasa nyeri yang dirasakan.
b) Pemeriksaan Fisik
(1) Penampilan Umum
Hasil pengamatan indera perawat secara objektif terhadap klien sebelum dilakukan pemeriksaan fisik. Keadaan umum klien dengan Gastroenteritis biasanya mengalami kelemahan, pada tingkat dehidrasi berat dapat terjadi penurunan kesadaran.
(2) Pemeriksaan Sistem Tubuh
(a) Sistem Respirasi
Dikaji dengan cara inspeksi, palpasi, auskultasi dan perkusi. Hal yang di inspeksi meliputi: frekuensi pernafasan, bentuk hidung simetris atau tidak, septum nasi ditengah atau tidak, ada benda asing, kebersihan lubang hidung, secret hidung (jernih, purulen), peradangan mukosa hidung, bentuk dada, kesimetrisan pergerakan dada. Palpasi meliputi, vibrasi dada, ekspansi dada. Perkusi meliputi, suara paru sonor atau hipersonor. Auskultasi meliputi, bunyi nafas ada ronkhi atau tidak, suara paru vesikuler, jenis pernafasan biasanya pernafasan dada karena nyeri daerah abdomen. Biasanya terjadi peningkatan frekuensi nafas karena akibat nyeri yang merangsang sumsum tulang belakang untuk dihantarkan ke spinal respiratory tractus yang kemudian disampaikan ke medulla oblongata sebagai pusat pernafasan (Price, 2000: 265)
(b) Sistem Kardiovaskuler
Dikaji mengenai warna mukosa bibir, tidak adanya peningkatan tekanan vena jugularis, frekuensi dan irama denyut nadi, tekanan darah, bunyi jantung normal dan suara tambahan. Biasanya terjadi peningkatan denyut nadi (takhikardi), akral dingin serta penurunan tekanan darah (hipotensi) (Brenda and Jacob, 1997: 963)
(c) Sistem Pencernaan
Dikaji warna konjungtiva, kebersihan mulut, gigi serta lidah, adanya stomatitis, bau mulut, ada tidaknya pembesaran tonsil, kesimetrisan uvula, bentuk abdomen, ada tidaknya nyeri tekan atau lepas di daerah epigastrium, perkusi abdomen tiap kuadran, dikhawatirkan adanya massa di abdomen dan akumulasi udara di lambung dan usus, bising usus dan keadaaan anus. Klien dengan Gastroenteritis biasanya terdapat nyeri tekan epigastriun ataupun nyeri disekitar abdomen, penurunan berat badan, terjadi pula peningkatan peristaltic usus dan daerah sekitar anus kemerahan (Luckman & Sorrensen, 2000: 1560)
(d) Sistem Perkemihan
Ada tidaknya nyeri saat berkemih, ada tidaknya pembengkakan dan nyeri daerah pinggang, palpasi daerah kandung kencing teraba penuh atau tidak, adakah suara bruit dan friction rubs. Biasanya klien jarang BAK pada klien Gastroenteritis dengan dehidrasi.
(e) Sistem Integumen
Pemeriksaan hanya meliputi inspeksi dan palpasi. Kaji hygiene kulit, kuku dan rambut, struktur dan warna rambut serta kulit, turgor kulit. Pada klien dengan Gatroenteritis. Biasanya turgor kulit jelek akibat dehidrasi dan kulit sekitar anus dan perineum terdapat lesi atau eritema karena teriritasi oleh feses.
(f) Sistem Endokrin
Kaji adanya pembesaran kelenjar tyroid dan pembesaran kelenjar getah bening, distribusi bulu rambut, hiperpigmentasi pada kulit, udema di wajah dan ekstremitas.
(g) Sistem Muskuloskeletal
Periksa tingkat kekuatan otot dan ekstremitas bawah dan atas, rentang gerak sendi, biasanya pada klien Gastroenteritis akan terjadi kelemahan (Doenges, 2000: 471)
(h) Sistem Neurologis
Pemeriksaan system saraf cranial secara khusus dilakukan pada klien dengan penyakit persarafan. Pada klien Gastroenteritis, pengkajian nervus I sampai XII diperlukan karena pada klien dengan dehidrasi berat mengalami penurunan kesadaran sehingga diperlukan penilaian GCS untuk mengidentifikasi kelainan (C. Long, 1996: 244)
4) Data Psikologis
a) Status Emosional
Kemungkinan ditemukan emosi klien jadi sedih, gelisah dan labil, karena proses penyakit yang tidak diketahui/ tidak pernah di derita sebelumnya
b) Konsep Diri
Konsep diri terdiri dari 5 komponen
(1) Body Image (gambaran diri)
Gambaran diri adalah sikap seseorang terhadap tubuhnya secara sadar dan tidak sadar (Stuart dan Sundenn, 1991:374). Sikap ini mencakup persepsi dan perasaan klien tentang ukuran dan bentuk, penampilan dan potensi tubuh saat ini. Biasanya ditemukan perasaan tidak menyukai kulit karena penurunan turgor kulit dan iritasi pada kulit sekitar anus.
(2) Harga Diri
Harga diri adalah penilaian pribadi terhadap hasil yang dicapai dengan menganalisa seberapa jauh perilaku memenuhi ideal diri (Stuart dan Sundenn, 1991:376). Biasanya klien dengan Gastroenteritis merasa malu dan minder karena selalu BAB yang akan mengganggu kenyamanan orang lain.
(3) Ideal Diri
Ideal diri adalah persepsi individu tentang bagaimana ia harus berperilaku sesuai dengan standar pribadi. Idealnya klien harus selalu berpola hidup bersih (Stuart dan Sundenn, 1991:375).
(4) Peran Diri
Peran adalah pola sikap, perilaku, nilai dan tujuan yang diharapkan dari seseorang berdasarkan posisinya di masyarakat. Tirah baring lama di Rumah Sakit dapat mengganggu peran klien di lingkungan sekitar.
(5) Identitas Diri
Identitas adalah kesadaran akan diri sendiri yang bersumber dari observasi dan penilaian, yang merupakan sintesa dari semua aspek konsep diri sebagai suatu kesatuan yang utuh. (Stuart dan Sundenn, 1991:378).
c) Stressor
Stressor adalah setiap factor yang menimbulkan stress atau mengganggu keseimbangan. Stressor yang timbul berupa adanya nyerri pada perut dan seringnya BAB sehingga menyebabkan masalah yang dapat serius bagi beberapa individu. (Keliat, Budi Anna:2001)
d) Mekanisme Koping
Mekanisme koping ini merupakan suatu cara bagaimana seseorang untuk mengurangi atau menghilangkan stress yang dihadapi (Keliat, Budi Anna: 2001).
e) Pemahaman Klien Tentang Kondisi Kesehatan yang Dihadapi
Sejauh mana klien mengetahui proses penyakit yang diderita. Hal ini perlu dikaji agar tim kesehatan dapat memberikan bantuan dengan efisien. Biasanya penyakit yang diketahui memiliki tanda gejala yang beragam tidak semua diketahui oleh klien.
5) Data Sosial dan Budaya
Dikaji mengenai pola komunikasi dan interaksi interpersonal, gaya hidup klien, factor sosiokultur dan support system yang dimiliki klien. Masih ada atau tidak mitos mengenai pantangan terhadap makanan. Biasanya masih ditemukan pantangan terhadap makanan tertentu sehingga dapat menimbulkan diare.
6) Data Spiritual
Menyangkut pola religius dan keyakinan dan kepercayaan klien terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
7) Data Penunjang
Pemeriksaan laboratorium meliputi: pemeriksaan darah lengkap, elektrolit, analisis feses, dan carsinoembrionik antigen. Jumlah sel darah merah menurun, kemungkinan adanya anemia atau perdarahan. Hb meningkat, kemungkinan adanya hemokonsentrasi yang disebabkan oleh dehidrasi. Kalsium, kalium, sodium, potassium menurun, kemungkinan adanya malabsorpsi, diare, dan muntah. Pada analisis feses, terdapat bakteri pathogen seperti E. coli, Shigella, Salmonella, atau staphilococus. Diperlukan pula pemeriksaan USG, Colonoscopy, analisis gaster dan MRI.(Luckman and Sorensen, 2000:1567)
8) Pengobatan
Diketahui nama obat, jenis obat, dosis pemakaian, dan waktu pemberian. Obat ini digunakan untuk penyembuhan penyakit. Obat yang digunakan mencakup obat-obatan antiemetik, antimotilitas (Mubin Halim, 2001: 293).
b. Analisa Data
Proses analisa data adalah menghubungkan data yang diperoleh dengan konsep, teori, prinsip asuhan keperawatan yang relevan dengan kondisi klien (Gaffar, 1999: 69).
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang menjelaskan status atau masalah aktual dan potensial (Gaffar, 1999: 63).
Menurut Doenges (2000: 476), diagnosa keperawatan yang muncul pada klien dengan Gastroenteritis, adalah:
a. Diare berhubungan dengan inflamasi, iritasi atau malabsorpsi usus.
b. Nyeri berhubungan dengan hiperperistaltik, diare lama, iritasi kulit atau jaringan.
c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan gangguan absorpsi nutrisi, mual.
d. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan banyak cairan melalui rute normal, diare berat, muntah.
e. Ansietas berhubungan dengan factor psikologis/ rangsangan simpatis (proses inflamasi).
f. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan stressor berat, pengulangan periode waktu, nyeri hebat.
g. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kesalahan interpretasi informasi.
3. Perencanaan Keperawatan
Setelah merumuskan diagnosa maka perlu dibuat perencanaan intervensi keperawatan dan aktivitas keperawatn. Tujuan perencanaan adalah untuk mengurangi, menghilangkan dan mencegah masalah keperawatan klien. Tahapan perencanaan keperawatan adalah penetuan prioritas diagnosa keperawatan, penetapan sasaran (goal) dan tujuan (objektif), penetapan criteria evaluasi dan merumuskan intervensi keperawatan (Gaffar, 1999: 63).
Perencanaan keperawatan menurut Doenges (2000) pada klien Gastroenteritis adalah:
a. Diare berhubungan dengan inflamasi, iritasi atau malabsorpsi usus.
Tujuan: melaporkan penurunan frekuensi defekasi, konsistensi kembali normal.
INTERVENSI RASIONAL
Mandiri
Observasi dan catat frekuensi defekasi, karakteristik, jumlah dan factor pencetus.
Membantu membedakan penyakit individu dan mengkaji beratnya episodic
Tingkatkan tirah baring, berikan alat-alat didekat pasien Istirahat menurunkan motilitas usus juga menurunkan laju metabolisme, jika infeksi atau perdarahan sebagai komplikasi. Defekasi tiba-tiba dapat terjadi tanpa tanda dan dapat tidak terkontrol, peningkatan risiko inkontinensia/ jatuh bila alat-alat tidak dijangkauan tangan.
Buang feses dengan cepat, berikan pengharum ruangan. Menurunkan bau tak sedap untuk menurunkan rasa malu klien.
Identifikasi makanan dan cairan yang mencetus diare, misal: sayuran segar dan buah, sereal, bumbu, minuman karbonat, produk susu. Memberikan istirahat kolon dengan menghilangkan atau menurunkan rangsang cairan/ makanan. Makan kembali secara bertahap mencegah kram dan diare berulang namun cairan dingin dapat meningkatkan motilitas usus.
Berikan kesempatan untuk menyatakan frustasi sehubungan dengan proses penyakit. Adanya penyakit dengan penyebab tak diketahui sulit untuk sembuh dan yang memerlukan intervensi bedah dapat menimbulkan reaksi stress yang dapat memperburuk situasi.
Observasi demam, letargi, takhikardi, leukositosis, penurunan protein ureum, ansietas dan kelesuan. Tanda bahwa toxic megacolon atau perforasi dan peritonitis akan terjadi/ telah terjadi memerlukan intervensi medik segera.
Kolaborasi
Antasida
Menurunkan iritasi gaster, mencegah inflamasi dan menurunkan risiko infeksi pada colitis.
b. Nyeri berhubungan dengan hiperperistaltik, diare lama, iritasi kulit atau jaringan.
Tujuan:
- Melaporkan nyeri hilang/ terkontrol
- Tampak rileks dan mampu tidur/ istirahat dengan tepat
INTERVENSI RASIONAL
Mandiri
Dorong klien untuk melaporkan nyeri
Mencoba untuk mentoleransi nyeri dari pada meminta analgesik.
Catat petunjuk non verbal, misal: gelisah, menolak untuk bergerak, berhati-hati dengan abdomen, menarik diri dan depresi. Selidiki perbedaan petunjuk verbal dan non verbal. Bahasa tubuh atau petunjuk non verbal dapat secara psikologis dan fisiologik dan dapat digunakan pada hubungan petunjuk verbal untuk mengidentifikasi luas/ beratnya masalah.
Kaji ulang factor-faktor yang dapat meningkatkan atau menghilangkan nyeri Dapat menunjukan dengan tepat pencetus atau factor pemberat (seperti kejadian stress, tidak toleran terhadap makanan) atau mengidentifikasi terjadinya komplikasi.
Izinkan klien untuk memulai posisi yang nyaman, misal: lutut fleksi. Menurunkan tegangan abdomen dan meningkatkan rasa kontrol.
Berikan tindakan rasa nyaman (misal: pijatan punggung, ubah posisi) dan aktivitas waktu senggang. Meningkatkan relaksasi, memfokuskan kembali perhatian, dan meningkatkan kemampuan koping.
Bersihkan area rectal dengan sabun ringan dan air/ lap setelah defekasi dan berikan perawatan kulit, misal: salep A & D, salep sween, jel karaya, desitin, jeli minyak. Melindungi kulit dari asam lambung, mencegah ekskoriasi.
Berikan rendam duduk dengan tepat. Meningkatkan kebersihan dan kenyamanan pada adanya iritasi fisura perianal.
Observasi adanya isorektal dan fistula perianal. Fistula dapat terjadi dari erosi dan kelemahan dinding usus.
Observasi/ catat distensi abdomen, peningkatan suhu, penurunan tekanan darah. Dapat menunjukan terjadinya obstruksi usus karena inflamasi, edema dan jaringan parut.
Kolaborasi
Lakukan modifikasi diit sesuai resep, misal: memberikan cairan dan memberikan makanan padat sesuai toleransi.
Istirahat usus penuh dapat menurunkan nyeri, kram
Berikan obat sesuai indikasi:
Analgesik
Nyeri bervariasi dari ringan sampai berat dan perlu penanganan untuk memudahkan istirahat adekuat dan penyembuhan.
Antikolinergik Menghilangkan spasme saluran GI dan berlanjutnya nyeri kolik.
Anodin supositoria Merelaksasikan otot rectal, menurunkan nyeri spasme.
Bantu mandi rendam duduk sesuai indikasi. Memberikan kesejukan local dan kenyamanan untuk area iritasi rectal.
c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan gangguan absorpsi nutrisi, mual.
Tujuan: Menunjukan berat badan stabil atau peningkatan berat badan sesuai sasaran dengan nilai laboratorium normal dan tidak adanya tanda malnutrisi.
INTERVENSI RASIONAL
Mandiri
Timbang berat badan setiap hari
Memberikan informasi tentang kebutuhan diit/ keefektifan therapy.
Dorong tirah baring dan atau pembatasan aktivitas selama fase sakit akut. Menurunkan kebutuhan metabolic untuk mencegah penurunan kalori dan simpanan energi.
Anjurkan istirahat sebelum makan Menenangkan peristaltic dan meningkatkan energi untuk makan.
Berikan kebersihan oral Mulut yang bersih dapat meningkatkan rasa makanan.
Sediakan makanan dalam ventilasi yang baik, lingkungan yang menyenangkan dengan situasi tidak terburu-buru. Lingkungan yang menyenangkan menurunkan stress dan lebih kondusif untuk makan.
Batasi makanan yang dapat menyebabkan kram abdomen, flatus (misal: produk susu) Mencegah serangan akut/ eksaserbasi gejala.
Catat masukan dan perubahan simtomatologi. Memberikan rasa kontrol pada klien dan kesempatan untuk memilih makanan yang diinginkan/ dinikmati, dapat meningkatkan masukan.
Dorong klien untuk menyatakan perasaan masalah memulai makan. Keragu-raguan untuk makan mungkin di akibatkan oleh takut makan akan menyebabkan eksaserbasi gejala.
Kolaborasi
Pertahankan puasa sesuai indikasi.
Istirahat usus menurunkan peristaltic dan diare dimana menyebabkan malabsorpsi/ kehilangan nutrien.
Mulai/ tambahkan diit sesuai indikasi, misal: cairan jernih maju menjadi makanan yang dihancurkan, rendah sisa, rendah serat, tinggi kalori dan protein. Memungkinkan saluran usus untuk mematikan kembali proses pencernaan. Protein perlu untuk penyembuhan integritas jaringan. Rendah bulk menurunkan respon peristaltic terhadap makanan.
Berikan obat sesuai indikasi:
Misal: donnatal, natrium harbital dengan belladonna, propantalen bromida.
Antikolinergik diberikan 15-30 menit sebelum makan, memberikan penghilangan kram dan diare. Menurunkan mobilitas Gaster dan meningkatkan waktu untuk absorpsi nutrien.
Besi (Imeron yang disuntikan) Mencegah/ mengobati anemia, rute oral untuk tambahan besi tidak efektif karena gangguan usus berat menurunkan absorpsi.
Vitamin B12 (Crystamin, Rubisol) Malabsorpsi Vit B12 akkibat kehilangan nyata fungsi ileum. Penggantian mengatasi depresi sumsum tulang karena proses inflamasi lama, meningkatkan produksi eritrosit/ memperbaiki anemia.
Asam Folat Kekurangan folat pada umumnya ada pada penyakit Chorn sehubungan dengan penurunan masukan/ absorpsi, efek terapy obat (Azulfidine).
Berikan nutrisi parenteral total, tetapi sesuai indikasi Program ini mengistirahatkan saluran GI sementara memberikan nutrisi penting.
d. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan banyak cairan melalui rute normal, diare berat, muntah.
Tujuan:
- Mempertahankan volume cairan adekuat
- Membran mukosa lembab
- Turgor kulit baik
- Pengisian kapiler baik
- Tanda-tanda vital stabil
- Keseimbangan masukan
- Haluaran urine normal dalam konsentrasi dan jumlah
INTERVENSI RASIONAL
Mandiri
Awasi masukan dan haluaran, karakter dan jumlah feses, perkiraan kehilangan cairan yang tak terlihat, misal: berkeringat. Ukur berat jenis urine, observasi oliguria.
Memberikan informasi tentang keseimbangan cairan, fungsi ginjal dan kontrol penyakit usus juga merupakan pedoman untuk penggantian cairan.
Kaji tanda-tanda vital (tekanan darah, nadi, suhu) Hipotensi (termasuk postural), takhikardi, demam dapat menunjukan respon terhadap dan/ atau efek kehilangan cairan.
Observasi kulit kering berlebihan dan membran mukosa, penurunan turgor kulit, pengisisan kapiler lambat. Menunjukan kehilangan cairan berlebihan/ dehidrasi.
Ukur berat badan setiap hari. Indicator cairan dan status nutrisi.
Pertahankan pembatasan oral, tirah baring, hindari kerja. Kolon diistirahatkan untuk penyembuhan dan untuk menurunkan kehilangan cairan usus.
Observasi perdarahan dan tes feses tiap hari dan adanya darah samar Diit tak adekuat dan penurunan absorpsi dapat menimbulkan defisiensi vitamin K dan merusak koagulasi, potensial risiko perdarahan.
Catat kelemahan otot umum atau disritmia jantung. Kehilangan cairan usus berlebih dapat menimbulkan ketidakseimbangan elektrolit, misal: kalium yang perlu untuk fungsi tulang dan jantung.
Kolaborasi
Berikan cairan parenteral, transfusi darah sesuai indikasi.
Mempertahankan cairan usus akan memerlukan penggantian cairan untuk memperbaiki kehilangan/ anemia. Catatan: cairan mengandung natrium dapat dibatasi pada adanya enteritis regional.
Awasi hasil laboratorium, contoh: elektrolit (khususnya kalium, magnesium) dan keseimbangan asam-basa Menentukan kebutuhan penggantian dan keefektifan terapy
Berikan obat sesuai indikasi:
Anti diare
Menurunkan kehilangan cairan dari usus.
Antiemetik, misal: trimetobenzamidea (tigan), hidroksin (vistaril), proklorperazin (compazine) Digunakan untuk mengontrol mual/ muntah pada eksaserbasi akut.
Elektrolit, misal: tambahan kalium (LCI-IV, K-lyte, Slow-K) Elektrolit hilang dalam jumlah besar, khususnya pada usus yang gundul, area ulkus dan diare dapat juga menimbulkan asidosis metabolic karena kehilangan bikarbonat (HCO3)
Vitamin K (mephyton) Merangsang pembentukan protrombin hepatic, menstabilisasi koagulasi dan menurunkan risiko perdarahan
e. Ansietas berhubungan dengan factor psikologis/ rangsangan simpatis (proses inflamasi).
Tujuan:
- Menunjukan rileks dan melaporkan penurunan ansietas sampai tingkat dapat ditangani
- Menyatakan kesadaran perasaan ansietas dan cara sehat menerimanya
INTERVENSI RASIONAL
Mandiri
Catat petunjuk perilaku, misal gelisah, peka rangsang, menolak, kurang kontak mata, perilaku menarik perhatian.
Indicator derajat ansietas/ stress, missal: pasien dapat merasa tidak terkontrol di rumah, kerja/ maslah pribadi. Stress dapat terjadi sebagai akibat gejala fisik kondisi, juga reaksi lain.
Akui bahwa ansietas dan masalah mirip dengan yang diekspresikan orang lain. Tingkatkan perhatian mendengar klien. Validasi bahwa perasan normal dapat membantu menurunkan stress/ isolasi dan meyakini bahwa “saya satu-satunya”
Berikan informasi yang akurat dan nyata tentang apa yang dilakukan, misal: tirah baring, pembatasan masukan per oral dan prosedur. Keterlibatan klien dalam perencanaan perawatan memberikan rasa kontrol dan membantu menurunkan ansietas.
Berikan lingkungan yang nyaman dan tenang untuk istirahat Memindahkan pasien dari stress luar, meningkatkan relaksasi dan membantu menurunkan ansietas.
Dorong klien /orang terdekat untuk menyatakan perhatian, perilaku perhatian. Tindakan dukungan dapat membantu klien merasa stress berkurang, memungkinkan energi untuk ditujukan pada penyembuhan / perbaikan.
Bantu klien untuk mengidentifikasikan/ memerlukan perilaku koping yang digunakan pada masa lalu. Perilaku yang berhasil dapat dikuatkan pada penerimaan masalah stress saat ini. Meningkatkan rasa kontrol diri klien.
Bantu klien belajar mekanisme koping baru, misal: teknik mengatasi stress, keterampilan, organisasi Belajar cara baru untuk mengatasi masalah dapat membantu dalam menurunkan ansietas, meningkatkan kontrol penyakit.
Kolaborasi
Berikan obat sesuai indikasi:
Sedatif, misal: barbiturat (Luminal), agen ansietas, misal: diazepam (valium) Dapat digunakan untuk menurunkan ansietas dan memudahkan istirahat, khususnya pasien dengan KU.
Rujuk pada perawat spesialis psikiatri pelayanan social, penasehat agama. Dibutuhkan bantuan tambahan untuk meningkatkan kontrol dan mengatasi episode akut/ eksaserbasi dengan belajar untuk menerima penyakit kronis dan konsekuensinya serta program terapy.
f. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan stressor berat, pengulangan periode waktu, nyeri hebat.
Tujuan:
- Mengkaji situasi pada saat itu dengan tepat
- Mengidentifikasi perilaku koping tidak efektif dan konsekuensinya
- Mengatur kemampuan koping sendiri
- Menunjukan perubahan pola hidup yang perlu untuk membatasi/ mencegah kejadian berulang.
INTERVENSI RASIONAL
Mandiri
Kaji pemahaman klien/ orang terdekat dan metode sebelumnya dalam menerima proses penyakit.
Memampukan perawat untuk menerima lebih nyata tentang masalah lain dapat mempengaruhi penyuluh kesehatan/ belajar klien sebelumnya.
Tentukan stress luar, misal: keluarga, teman, lingkungan kerja, social. Stress dapat mengganggu respon saraf otonomik dan mendukung eksaserbasi penyakit. Meskipun tujuan kemandirian pada klien tergantung menjadi penambah stressor.
Berikan kesempatan pada klien untuk mendiskusikan bagaimana penyakit telah mempengaruhi hubungan, termasuk masalah sexual. Stressor penyakit mempengaruhi semua area hidup dan klien mengalami kesulitan mengatasi perasaan lemah/ nyeri sehubungan dengan kebutuhan sexual.
Bantu klien mengidentifikasi keterampilan koping efektif secara individu. Penggunaan perilaku yang berhasil sebelumnya dapat membantu klien menerima situasi/ rencana saat ini untuk masa datang.
Berikan dukungan emosi:
Mendengarkan dengan aktif, dengan sikap tidak menghakimi. Membantu dalam komunikasi dan pemahaman titik pandang klien. Menambah perasaan klien akan harga diri.
Pertahankan bahasa tubuh yang tidak menghakimi bila merawat klien. Mencegah penguatan perasaan klien tentang menjadi beban, misal: kebutuhan pengososngan pispot dengan sering.
Tugaskan staff yang sama sebanyak mungkin. Memberikan lingkungan yang lebih terapeutik dan mengurangi stress penilaian terus menerus.
Berikan periode tidur, istirahat tanpa gangguan Kelelahan karena penyakit cenderung merupakan masalah berarti, mempengaruhi kemampuan mengatasinya.
Dorong penggunaan keterampilan menangani stress, misal: teknik relaksasi, visualisasi, bimbingan imajinasi, latihan nafas dalam.
Memusatkan kembali perhatian, meningkatkan relaksasi dan meningkatkan kemampuan koping.
Kolaborasi
Masukan klien/ orang terdekat dalam tim pertemuan untuk mengembangkan program individual.
Meningkatkan kontinuitas perawatan dan memampukan klien/ orang terdekat untuk merasakan sebagai bagian dari perencanaan, memberikan perasaan kontrol dan meningkatkan kerjasama dalam program terapy.
Berikan obat sesuai indikasi. Antipsikosis, misal: tioridazin- mellaril), agen antiansietas, contoh: lorazepam (ativan), alprazolam (xanax)
Bantuan dalam istirahat psikologis/ fisik. Menghambat energi dan dapat menguatkan koping individu.
Rujuk ke sumber sesuai indikasi, misal: pekerja social, perawat psikiatri, penasihat agama. Dukungan tamabahan dan konseling dapat membantu klien/ orang terdekat menerima stress khusus/ area masalah.
g. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kesalahan interpretasi informasi.
Tujuan: menyatakan pemahaman proses penyakit, pengobatan
INTERVENSI RASIONAL
Mandiri
Tentukan persepsi klien tentang proses penyakit
Membuat pengetahuan dasar dan memberikan kesadaran kebutuhan belajar individu
Kaji ulang proses penyakit, penyebab/ efek hubungan factor yang menimbulkan gejala dan mengidentifikasi cara menurunkan factor pendukung. Dorong pertanyaan Factor pencetus/ pemberat individu, sehingga kebutuhan klien untuk waspada terhadap makanan dan cairan dan factor pola hidup dapat mencetuskan gejala. Pengetahuan dasar yang akurat memberikan kesempatan klien untuk membuat keputusan informasi/ pilihan tentang masa depan dan kontrol penyakit. Meskipun kebanyakan klien mengetahui tentang proses penyakitnya sendiri. Mereka dapat mengalami informasi yang telah tertinggal atau salah konsep
Kaji ulang obat, tujuan, frekuensi, dosis dan kemungkinan efek samping. Meningkatkan pemahaman dan dapat meningkatkan kerjasama dalam program.
Ingatkan klien untuk mengobservasi efek samping bila steroid diberikan dalam jangka panjang, misal: ulkus, edema muka, kelemahan otot. Steroid dapat digunakan untuk mengontrol inflamasi dan mempengaruhi emulsi penyakit, namun menurunkan ketahanan terhadap infeksi dan menyebabkan retensi cairan.
Tekankan pentingnya perawatan kulit, misal: teknik cuci tangan dengan baik dan perawatn perianal yang baik. Menurunkan penyebaran bakteri dan risiko iritasi kulit/ kerusakan, infeksi.
Anjurkan menghentikan merokok Dapat menghentikan motilitas usus, meningkatkan gejala.
Penuhi kebutuhan evaluasi jangka panjang dan evaluasi ulang periodic Klien dengan inflamasi penyakit usus berisiko untuk kanker kolon/ rectal dan evaluasi diagnostik teratur dapat diperlukan.
Rujuk ke sumber komunitas yang tepat, misal: perawat kesehatan masyarakat, ahli diit, kelompok pendukung dan pelayanan social. Klien mendapat keuntungan dari pelayanan agen ini dalam koping dengan penyakit kronis dan evaluasi pengobatan.
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan pelaksanaan perencanaan keperawatan oleh perawat dan klien. Hal-hal yang harus diperhatikan ketika melakukan intervensi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi. (Gaffar, 1999: 65)
Pada klien Gastroenteritis, pelaksanaan tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan mencakup pemenuhan kebutuhan dasar yang utama, diantaranya pemenuhan cairan seperti pemberian cairan parenteral, memberikan makanan sesuai diit yang dianjurkan, memberikan perawatan kulit untuk pencegahan iritasi.
5. Evaluasi Keperawatan
Fase akhir dari proses keperawatan adalah evaluasi terhadap asuhan keperawatan yang diberikan. Hal yang dievaluasi berupa keakuratan, kelengkapan dan kualitas data teratasi atau tidaknya masalah klien serta pencapaian tujuan dan ketepatan intervensi keperawatan. (Gaffar, 1999:67)
Menurut Wong (2004: 493) evaluasi gejala diare akibat E. coli secara umum dapat teratasi <3-7 hari.
Menurut Brunner and Suddarth (2001: 1095) evaluasi perawatan klien yang mengalami Gastroenteritis adalah:
a. Melaporkan defekasi normal
b. Mempertahankan keseimbangan cairan
c. Tidak mengalami komplikasi, diantaranya:
- Elektrolit dalam keadaan normal
- Tanda-tanda vital stabil
- Tidak ada disritmia/ perubahan tingkat kesadaran
-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar