BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Konsep Dasar
1. Pengertian
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan di tentukan sesuai jenis dan luasnya (Brunner dan Suddarth, 2001 : 2357). Sedangkan menurut (Rasjad 2003 : 359 ) Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan sendi, tulang rawan epifisis, baik yang bersifat total maupun yang parsial.
Fraktur tertutup adalah suaru fraktur yang tidak mempunyai hubungan dengan dunia luar (Rasjad, 2003 : 360).
Femur adalah tulang terbesar dan terkuat (Brooker Chrstine : 161)
Post Operative adalah terjadi setelah tindakan pembedahan (Dorland, 1997 : 1470).
beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa post operasi pemasangan pen atas indikasi fraktur tertutup sepertiga femur dexstra adalah tindakan operasi yang telah dilakukan dengan menggunakan alat-alat fiksasi seperti plate dan screw dalam upaya untuk menyambungkan dua bagian tulang yang mengalami patah tulang terutama pada tulang femur kanan yaitu tulang yang memanjang dari pelvis kelutut yang merupakan tulang terpanjang dan terbesar dalam tubuh yang disebabkan oleh trauma dimana kondisi pertahanan tulang tidak berhubungan dengan dunia luar.
2. Anatomi Tulang Femur
Tulang tersusun oleh jaringan tulang kanselus (Trabekular dan spongius) atau kortikal (kompak). Tulang panjang (Mis. Femur) berbentuk seperti tangkai atau batang panjang dengan ujung yang membulat. Ujung tulang panjang dinamakan epifisis dan terutama tersusun oleh tulang kanselus. Plat epifisis memisahkan epifisis dari diafifis dan merupakan pusat pertumbuhan longitudinal pada anak-anak” (Brunner dan Suddart, 2001 : 2265).
Di bawah ini gambar struktur tulang panjang
gambar 2.1. struktur tulang panjang; komposisi tulang kompak
3. Patofisiologi
Sewaktu tulang patah, maka sel-sel tulang mati. Pendarahan biasanya terjadi sekitar tempat patah dan kedalam jaringan lunak disekitar tulang tersebut. Jaringan lunak biasanya juga mengalami kerusakan. Sel darah putih dan sel mast berakumulasi menyebabkan peningkatan aliran darah ketempat tersebut. Fagositosis dan pembersihan sisa “sel mati” dimulai. Terjadi inflamasi, pembengkakan dan nyeri reaksi peradangan hebat timbul setelah Fraktur (Crowin, 2000 : 299).
Untuk mengetahui mengapa dan bagaimana tulang mengalami kepatahan, kita harus mengetahui keadaan fisik tulang dan keadaan trauma yang dapat menyebabkan tulang patah. Tulang kortikal mempunyai struktur yang dapat menahan kompresi dan tekanan memuntir. Kebanyakan Fraktur dapat terjadi karena kegagalan tulang menahan tekanan terutama tekanan membengkok, memutar dan tarikan (Rasjad, 2003 : 359).
4. Klasifikasi Fraktur
Fraktur di klasifikasikan menurut : (Rasjad, 2003 : 360)
a. Menurut Etiologis
1) Fraktur Traumatik, terjadi karena trauma yang tiba-tiba.
2) Fraktur Patologis, terjadi karena kelemahan tulang sebelumnya akibat kelainan patologis didalam tulang.
3) Fraktur Stres, terjadi karena adanya trauma yang terus menerus pada suatu tempat.
b. Menurut Klinis
1) Fraktur Tertutup (Simple Fracture) adalah suatu Fraktur yang tidak mempunyai hubungan dengan dunia luar.
2) Fraktur Terbuka (Comfound Fracture) adalah Fraktur yang mempunyai hubungan dengan dunia luar melalui luka pada kulit dan jaringan lunak, dapat berbentuk From Within (dari dalam) atau from without (dari luar).
3) Fraktur dengan komplikasi (complicated fracture) adalah Fraktur yang disertai dengan komplikasi misalnya malunion, infeksi tulang.
c. Menurut Radiologis
1) Lokalisasi
a) Diafisial
b) Metafisial
c) Intra-artikuler
d) Fraktur dengan dislokasi
2) Konfigurasi
a) Fraktur Tranversal
b) Fraktur Oblik
c) Fraktur Spiral
d) Fraktur Z
e) Fraktur Segmenial
f) Fraktur Komunitif, Fraktur lebih dari dua fragmen.
g) Fraktur baji biasanya pada vertebrata karena trauma kompresi
h) Fraktur Avulsi, fragmen kecil tertarik oleh otot atau tendo misalnya Fraktur epikondolius humeri, Fraktur trokanter manyor, Fraktur patela.
i) Fraktur Depresi, karena trauma langsung misalnya pada tulang tengkorak.
j) Fraktur Impaksi
k) Fraktur Pecah (burst) dimana terjadi fragmen kecil yang berpisah misalnya pada Fraktur vertebrata patela, talus, kalkaneus.
l) Fraktur Epifisis
Menurut Brunner dan Suddarth (2001 : 2357) Fraktur di klasifikasikan menjadi :
a. Fraktur Komplet
Adalah patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya mengalami pergeseran (bergeser dari posisi normal).
b. Fraktur Tidak Komplet
Patah hanya terjadi pada sebagian dari garis tengah tulang.
c. Fraktur Tertutup
Tidak menyebabkan robeknya kulit.
d. Fraktur terbuka
Merupakan Fraktur dengan luka pada kulit atau membrana mukosa sampai kepatahan.
5. Komplikasi
Komplikasi utama yang berhubungan dengan Fraktur khususnya pada tulang panjang adalah emboli lemak, sindrom kompartemen, dan trombolisme vena serta infeksi (Engram, 1999 : 266).
a. Pendarahan dapat menimbulkan kolaps kardiovaskuler hal ini dapat dikoreksi dengan transfusi darah yang memadai.
b. Infeksi, terutama jika luka terkontaminasi dan debridemen tidak memadai.
c. Non-union, lazim terjadi pada Fraktur pertengahan batang femur trauma kecepatan tinggi dan Fraktur dengan interposisi jaringan lunak diantara fragmen.
d. Malunion, disebabkan oleh abduktor dan aduktor yang bekerja tanpa aksi antagonis pada fragmen atas untuk abduktor dan fragmen distal untuk aduktor.
e. Trauma Arteri dan Saraf Jarang, tetapi mungkin terjadi.
(www. Google. Co. id).
Komplikasi awal setelah Fraktur adalah syok, yang bisa berakibat fatal dalam beberapa jam setelah cedera; emboli lemak, yang dapat terjadi dalam 48 jam atau lebih; dan sindrom kompartemen, yang berakibat kehilangan fungsi ekstremitas permanen jika di tangani segera (Brunner dan Suddarth, 2001 : 2365).
6. Penyembuhan Fraktur
Waktu penyembuhan Fraktur bervariasi dari 6-24 minggu, tergantung dari beratnya Fraktur (Engram, 1999 : 265).
Menurut Brunner dan Suddarth (2001 ; 2268) ada beberapa tahapan penyembuhan yaitu :
a. Inflamasi
Dengan adanya patah tulang, tejadi pendarahan dalam jaringan yang cedera dan terjadi pembentukan hematoma pada tempat patah tulang. Pada tahap ini akibat dari pendarahan darah akan menumpuk dan mengeratkan ujung-ujung tulang yang patah. Tempat cedera kemudian akan di invasi oleh makrofag (sel darah putih besar), yang akan membersihkan daerah tersebut. Terjadi inflamasi, pembengkakan dan nyeri. Tahap inflamasi akan berlangsung beberapa hari dan hilang dengan berkurangnya pembengkakan dan nyeri.
b. Proliferasi Sel
Dalam sekitar lima hari, hematoma akan mengalami organisasi. Terbentuk benang-benang fibrin dalam gumpalan darah, membentuk jaringan untuk revaskularisasi, dan invasi fibroblas dan osteoblas yang berdinding sel darah putih pada lokasi, melokalisir radang.
c. Pembentukan Kalus
Osteoblas masuk kedaerah fibrosis untuk mempertahankan penyambungan tulang. Fragmen patahan tulang digabungkan dengan jaringan fibrus, tulang rawan dan tulang serat imatur. Bentuk kalus dan volume yang dibutuhkan untuk menghubungkan defek secara langsung berhubungan dengan jumlah kerisakan dan pergeseran tulang. Perlu 3 sampai 4 minggu agar fragmen tulang tergabung dalam tulang rawan atau jaringan fibrus. Secara klinis fragmen tulang tak bisa digerakan
d. Pengulangan kalus (osifikasi)
1) Osteoblas terus membuat jala untuk membangun tulang.
2) Osteoblas merusakan tulang mati dan membantu mensintesa tulang baru.
3) Collagen menjadi kuat dan terus menyatu dengan deposit kalsium.
Pembentukan kalus mulai mengalami penulangan dalam 2 sampai 3 minggu patah tulang melalui proses endokondral. Mineral terus menerus ditimbun sampai tulang benar-benar telah bersatu dengan keras. Penulangan memerlukan waktu 3 sampai 4 bulan uhntuk patah tulang panjang bagi orang dewasa normal.
e. Remodeling Menjadi Tulang Dewasa
Tahap akhir perbaikan patah tulang tulang meliputi pengambilan jaringan mati dan reorganisasi tulang baru ke susunan struktural sebelumnya. Pada langkah terakhir ini callus yang berlebihan diabsorpsi dan tulang trabecular terbentuk pada garis cedera. Remodeling memerlukan waktu berbulan-bulan sampai bertahun-tahun bergantung beratnya modifikasi tulang yang dibutuhkan.
Faktor yang mempercepat penyembuhan Fraktur adalah imobilisasi fragmen tulang, kontak fragmen tulang maksimal, asupan darah yang memadai, nutrisi yang baik, latihan pembebanan berat badan untuk tulang panjang, hormon-hormon pertumbuhan (Tiroid, kalsitonin, Vitamin D, steroid anabolik), potensial listrik pada patahan tulang (Brunner dan Suddarth, 2001 : 2361).
7. Manajemen medik secara umum
Prinsip penanganan Fraktur meliputi reduksi, immobilisasi dan pengembalian fungsi normal dengan rehabilitasi (Brunner dan Suddarth, 2001 : 2360).
a. Reduksi Fraktur
Reduksi (setting tulang) berarti mengembalikan fragmen tulang pada kesejajaran dan rotasi anatomis.
b. Imobilisasi Fraktur
Setelah Fraktur di reduksi, fragmen tulang harus di imobilisasi atau dipertahankan dalam posisi dan dan kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna arau interna. Metode fikasi eksterna meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi kontinu, pin dan tekhnik gips, atau fiksator eksterna. Implan logam dapat digunakan untuk fiksasi interna yang berperan sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi Fraktur .
c. Mempertahankan dan Mengembalikan Fungsi
Segala upaya diarahkan pada penyembuhan tulang dan jaringan lunak. Reduksi dan imobilisasi dipertahankan sesuai kebutuhan.
Traksi, reduksi dengan menggunakan gips atau fiksasi luar (alat-alat dari logam yang dipasangkan pada tulang dengan menggunakan pen), reduksi terbuka dengan memasukan (pen, skrup, plat, kawat, atau jarum) (Engram, 1999 : 265).
Prinsip pengobatan sama dengan Fraktur pada umumnya yaitu terdiri dari reduksi, pertahankan reduksi dan fisioterapi (Rasjad, 2003 : 367).
Untuk penyembuhan Fraktur diperlukan imobilisasi. Immobilisasi dilaksanakan dengan cara :
1) Pembidaian physiologik
Pembidaian semacam ini terjadi secara alami dimana tubuh menjaga untuk mencegah pemakaian dan spasme otot karena rasa sakit pada waktu di gerakan.
2) Fiksasi Eksternal
Pada metoda ini, cara yang digunakan adalah dengan pembidaian dengan orthopedi, spalk, metoda gips dan traksi.
3) Fiksasi Interna
8. Dampak fraktur femur terhadap sistem tubuh
Menurut Barbara C. Long (1999 :378) pasien yang mengalami patah tulang akan menjalani imobilisasi yang dapat mengakibatkan dampak lain terhadap tubuh yaitu :
a. Sistem Kardiovaskular
Masalah-masalah yang berhubungan dengan sistem kardiovaskular adalah kenaikan tingkat trombosit pada vena yang dalam, dan terjadi peningkatan beban kerja jantung, yang disebabkan karena terjadinya vasokontriksi pada pembuluh darah ekstremitas sehingga mengakibatkan darah vena terkumpul dalam vena arus balik, aliran vena menjad berkurang atau cardiac output menurun.
b. Sistem Respiratori/pernafasan
Kurangnya pergerakan, kurang rangsang batuk, kurang dalam ventilasi menyebabkan lendir akan bertumpuk pada bronkhi dan bronkhioles.
c. Sistem Integrits Kulit
Kehilangan integritas kulit (abrasi, decubitus) disebabkan karena gesekan, tekanan, jaringan bergeser satu dengan yang lain. Komplikasi Fraktur terjadi karena adanya penghambatan sirkulasi ke jaringan dan akan bertambah berat oleh adanya infeksi, trauma, berkeringat dan nutrisi yang buruk.
d. Sistem Gastrointestinal/Pencemaran
Kontipasi merupakan komplikasi yang sering akibat immobilisasi. Perubahan makan dan minum yang normal, kurang kegiatan serta dalam pola elminasi harus menggunakan pispot merupakan hal yang menambahterjadinya penurunan peristaltik usus yang mengakibatkan gangguan eliminasi buang air besar.
e. Sistem Perkemihan
Tulang yang rusak akibat Fraktur akan mengakibatkan menaikan kadar kalsium sehingga ph urine menjadi alkalis dan dapat mengakibatkan peningkatan asam sitrun yang dapat mempresipitasi garam kalsium sehingga mengakibatkan urine statis dalam kandung kemih, dengan keadaan itu akan mempermudah timbulnya infeksi saluran kemih juga membentuk batu.
f. Sistem Muskuloskeletal
Atrofi dan kelemahan otot akan terjadi karena di gunakan dengan terjadinya immobilisasi, pertumbuhan tulang (osteoblastic) dan pengrusakan tulang (osteosclastic) akan berhenti, kegiatan osteoblast dan akibatnya matrik tulang rusak dan kalsium di lepas dan akhirnya terjadi osteoporosis.
B. Konsep asuhan keperawatan
Asuhan keperwatan adalah faktor penting dalam aspek-aspek pemeliharaan, rehabilitatif dan preventif perawatan kesehatan (Doenges,1999:6).
Proses keperawatan adalah metode sistematik di mana secara langsung perawat bersama klien secara bersama menentukan masalah keperawatan sehingga membutuhkan asuhan keperawatan, membuat perencanaan dan rencana implementasi, serta mengevaluasi hasil asuhan keperawatan (Gaffar, 1999 : 54). Yura dan Walsh (1967) adalah orang yang pertama kali mempublikasikan proses keperawatan terdiri dari empat tahap yaitu pengkajian, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi dimana tahapan diagnosa keperawatan masuk pada tahapan pengkajian (Gaffar, 1999 : 54).
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan dasar utama atau langkah awal dari proses keperawatan secara keseluruhan. Pengkajian keperawatan terdiri dari 3 tahap, yaitu pengumpulan data, pengelompokan atau pengorganisasian serta menganalisa dan merumuskan diagnosa keperawatan (Gaffar, 1999 : 55).
a. Pengumpulan data
Pengumpulan data mulai dilakukan sejak klien masuk kerumah sakit (Initial Assesment), selama klien dirawat secara terus menerus (ongoing assesment) serta pengkajian dapat dilakukan ulang untuk menambah dfan melengkapi data yang telah ada (re-assesment).
Berdasarkan sumber data, data pengkajian dibedakan atas data primer dan sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari klien bagaimanapun kondisi klien. Data sekunder adalah data yang diperoleh selain dari data klien, seperti dari perawat, dokter, ahli gizi, ahli fisioterapi, keluarga atau kerabat klien, catatan keperawatan serta hasil pemeriksaan seperti pemeriksaan laboratorium, hasil rontgen atau hasil pemeriksaan diagnostik lainnya.
1) identitas klien dan penanggung jawab
a) Identitas klien
Identitas klien mencakup nama, umur, agama, suku bangsa, jenis kelamin, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, alamat, diagnosa medis, tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian, dan nomor rekam medik.
b) Identitas penanggung jawab
Identitas penanggung jawab seperti nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, alamat, dan hubungan dengan klien.
2) Riwayat kesehatan
a) Alasan masuk perawatan
kronologis yang menggambarkan perilaku klien dalam mencari pertolongan.
b) Keluhan utama
Keluhan utama yang biasanya dialami oleh klien Fraktur adalah nyeri pada lokasi Fraktur terutama pada saat digerakan pembengkakan, pemendekan, ekstremitas yang sakit, krepitas, paralisis, angulasi ekstremitas yang sakit, spasme otot, parestesia, ucap dan tidak ada denyut nadi pada daerah distal pada lokasi Fraktur (Enggram, 1998 : 267).
c) Riwayat kesehatan sekarang
Riwayat kesehatan sekarang merupakan penjelasan dari keluhan utama yang dijabarkan dengan metode PQRST.
(1) Paliatif atau provokatif
merupakan hal atau faktor yang memperberat atau mengurangi keluhan.
(2) Quality
Adalah kualitas dari keseluruhan atau penyakit yang dirasakan.
(3) Region
Adalah daerah penyebaran atau tempat dimana keluhan dirasakan.
(4) Scala
Scala severity adalah derajat keganasan atau intensitas dari keluhan tersebut, nyeri yang dirasakan tergantung dari individu biasanya diukur menggunakan skala nyeri 0-5.
(5) Time
Time merupakan lamanya keluhan nyeri dirasakan dan kapan nyeri tersebut hilang timbul, time juga menunjukan lamanya atau kekerapan nyeri terasa.
d) Riwayat kesehatan yang lalu
Riwayat kesehatan yang lalu meliputi kondisi kesehatan individu di masa lalu seperti riwayat Fraktur atau riwayat trauma, riwayat penyakit seperti osteoporosis, hiperparatiroid dan infeksi pada tulang dan riwayat perawatan dirumah sakit atau pembedahan serta riwayat pembedahan berikut efek sampingnya.
e) Riwayat kesehatan keluarga
Dikaji mengenai riwayat penyakit keturunan seperti hiperparatiroid, diabetes melitus, asma. Penyakit menular seperti TBC, dan penyakit yang sama pada keluarga dengan klien.
3) Data biologis
Dikaji dengan membandingkan pola aktivitas sehari-hari sebelum sakit dan selama berada di rumah sakit, yang meliputi :
a) Nutrisi dan elektrolit
Mengkaji tentang frekuensi makan, jenis makanan, porsi makan, pantangan, alergi, keluhan makan,jumlah minum dalam sehari, jenis minuman. Pada klien Fraktur diet yang danjurkan adalah diet tinggi serat dan tinggi kalsium.
b) Eliminasi
Mengkaji tentang frekuensi buang air besar, warna, konsistensi, bau, keluhan saat buang air besar. Klien dengan Fraktur femur biasanya dijumpai konstipasi akibat tirah baring yang lama.
Frekuensi buang air kecil, warna, jumlah urine setiap kali buang air kecil dan keluhan saat BAK.
c) Istirahat dan tidur
Mengkaji tentang lama tidur dalam sehari, gangguan tidur selama tidur dan kegiatan yang dilakukan sebelum tidur. Klien dengan Fraktur biasanya mempunyai gangguan dalam pola tidur karena nyeri.
d) Personal hygiene
Mengkaji tentang klien kemampuan klien tentang perawatan diri meliputi frekuensi mandi, gosok gigi dan cuci rambut, guntnig kuku dan lain-lain. Klien dengan Fraktur femur biasanya tidak mampu melakukannya secara mandiri karena keterbatasan gerak.
e) Aktivitas dan mobilisasi
Mengkaji tentang jenis kegiatan sehari-hari yang dilakukan dan kegiatan waktu luang. Pada klien dengan Fraktur femur akan ditemukan keterbatasan atau kehilangan fungsi pada bagian yang terkena yang mengakibatkan ketergantungan pada orang lain pada pemenuhan kebutuhan sehari-hari.
4) Pemeriksaan fisik
a) Sistem pernapasan
Pada pasien yang menjalani immobilisasi dapat terjadi penumpukan lendir pada bronkhi dan bronkhiolus. Perhatikan bila pasien tidak bisa batuk dan mengeluarkan dahak. Lakukan auskultasi untuk mengetahui kelembaban dalam paru-paru.
b) Sistem kardiovaskuler
Hipertensi dan takikardi (kadang-kadang terlihat sebagai respon terhadap nyeri atau asietas). Penurunan nadi pada bagian distal yang cedera, pengisian kapiler lambat, pucat pada bagian yang terkena Fraktur terjadi karena perdarahan atau luka terbuka.
c) Sistem Gastrointestinal
Konstipasi merupakan komplikasi yang sering akibat immobilisasi. Perubahan makan dan minum yag normal, kurang kegiatan serta dalam pola eliminasi harus menggunakan pispot merupakan hal yang menambah terjadinya penurunan peristaltik usus yang mengakibatkan gangguan eliminasi buang air besar.
d) Sistem Perkemihan
Kenaikan kalsium karena tulangnya rusak serta kenaikan ph urine menjadi alkalis meningkatkan asam sitrun yang dapat mempresipitas garam kalsium yang mengakibatkan urine statis dalam kandung kencing sehingga mempermudah timbulnya infeksi perkemihan dan pembentukan batu.
e) Sistem Muskuloskeletal
Dikaji akan adanya sakit, krepitasi, pembengkakan, spasme otot, deformitas dan kesejajaran, pemendekan ekstremitas dapat terjadi pada Fraktur tulang panjang. Pada klien dengan Fraktur akan terjadi atrofi dan kelemahan kekuatan tonus otot karena tidak digunakan (Barbara C. Long, 1996 : 380).
f) Sistem Integumen
Kerusakan integritas jaringan (abrasi, decubitus) dapat terjadi akibat luka terbuka, gesekan, tekanan, jaringan bergeser satu dengan yang lainnya.
g) Sistem Neurologi
Nyeri pada lokasi Fraktur terutama saat digerakan, kehilangan daya gerak, penurunan sensasi, kesemutan, kelemahan atau kehilangan fungsi, agitasi mungkin berhubungan dengan nyeri atau ansietas.
5) Data Psikososial
a) Status emosional klien
Hal-hal yang perlu dikaji pada klien dengan Fraktur mengenai pola fikir dan persepsi diri meliputi hal yang dipikirkan klien saat ini, harapan setelah menjalani perawatan dan perubahan yang dirasakan klien setelah menjalani perawatan.
b) Konsep Diri
(1) Harga Diri : mengkaji bagaimana harga diri klien setelah dilakukan tindakan pembedahan.
(2) Identitas Diri : Mengkaji status klien dalam keluarga.
(3) Peran Diri : Mengkaji peran klien dalam keluarga.
(4) Body Image : Mengkaji apakah klien merasa mengalami perubahan pada tubuhnya setelah tindakan pembedahan.
(5) Ideal Diri : Mengakaji harapan atau keinginan klien setelah tindakan pembedahan.
c) Hubungan Interaksi : mengkaji meliputi bagaimana hubungan klien dengan orang lain.
d) Pola Komunikasi : Mengkaji kemampuan klien dalam berkomunikasi dengan orang lain serta bahasa yang biasa digunakan.
6) Data Spiritual
Dalam data spiritual yang dikaji meliputi agama yang dianut oleh klien, kegiatan ibadahnya, cara lain yang dilakukan klien jika tidak melakukan ibadahnya, keyakinan dan kepercayaan klien terhadap kondisinya serta kepercayaan klien terhadap perawatan yang diberikan.
7) Data penunjang menurut Dongoes (2000:762) adalah sebagai berikut :
a) Pemeriksaan rontgen : menentukan lokasi atau luasnya trauma atau Fraktur, Scan Tulang, tomogram, scan CT atau MRI : memperlihatkan Fraktur, juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi jaringan lunak.
b) Pemeriksaan Laboratorium : hitung darah lengkap : Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi), atau menurun (perdarahan bermakna pada sisi Fraktur atau organ jauh pada trauma multipel), peingkatan jumalh sel darah putih adalah respon stres normal setelah trauma, kretainin : trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah transfusi multipel atau cedera hati.
b. Analisa data
Tahap akhir dari pengkajian adalah analisa data untuk menentukan diagnosa keperawatan. Proses analisa adalah menghubungkan data yang diperoleh dengan konsep, teori, prinsip asuhan keperawatan yang relevan dengan kondisi klien. Analisa data dilakukan melalui pengesahan data, penggelompokan data, membandingkan data, menentukan ketimpangan/ kesenjangan data, menafsirkan adanya ketimpangan/ kesenjangan data serta membuat kesimpulan tentang kesenjangan/masalah yang ada (Gaffar, 1999 : 60).
c. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah cara mengidentifkasi, memfokuskan dan mengatasi kebutuhan spesifik pasien secara respon terhadap masalah aktual dan resiko tinggi (Donges, 2000 : 8).
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang menjelaskan status atau masalah kesehatan aktual atau potensial (Gaffar, 1999 : 61).
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien Fraktur menurut Dongoes (2000 : 761)dan Engram (1999 : 268) adalah sebagai berikut :
1) Nyeri berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema dan cedera jaringan lunak.
Batasan karakteristik : Keluhan nyeri, distraksi, fokus pada diri sendiri atau fokus menyempit, wajah menunjukan nyeri, perilaku berhati-hati, melindungi, perubahan tonus otot, respon otonomi.
2) Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka neuromuskuler dan nyeri, immobilisasi tungkai.
Batasan Karakteristik : Ketidakmampuan untuk bergerak sesuai tujuan dalam lingkungan fisik, dilakukan pembatasan. Menolak untuk bergerak , keterbatasan rentang gerak. Penurunan kekuatan atau kontrol otot.
3) Resiko tinggi infeksi yang berhubungan dengan tak adekuatnya pertahanan primer, kerusakan kulit, trauma jaringan , terpajan pada lingkungan, prosedur invasif, traksi tulang.
Batasan karakteristik : (tidak dapat diterapkan tanda-tanda membuat diagnosa aktual).
4) Resiko tinggi terhadap kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan aliran darah, emboli lemak, perubahan membran alveolar, edema paru, kongesti.
Batasan karakteristik : (tidak dapat diterapkan tanda-tanda membuat diagnosa aktual).
5) Resiko tinggi terhadap disfungsi neurovaskuler perifer berhubungan dengan cedera vaskuler langsung, edema berlebihan, pembentukan trombus.
Batasan karakteristik : (tidak dapat diterapkan tanda-tanda membuat diagnosa aktual)
6) Resiko tinggi kerusakan integritas kulit atau jaringan berhubungan dengan cedera tusuk, Fraktur terbuka, bedah perbaikan, pemasangan traksi pen, kawat, sekrup.
Batasan karakteristik : keluhan gatal, nyeri, gangguan permukaan kulit, invasi struktur tubuh, destruksi lapisan kulit atau jaringan.
7) Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan pengobatan berhubungan dengan kurang mengingat, salah interprestasi informasi/ tidak mengenal sumber informasi.
Batasan karakteristik : pertanyaan atau meminta informasi, pernyataan salah konsepsi, terjadinya komplikasi yang dapat dicegah.
8) Resiko tinggi terhadap trauma (kontraktur dan atrofi) berhubungan dengan kehilangan integritas tulang atau Fraktur, immobilisasi.
Batasan karakteristik : (tidak dapat diterapkan tanda-tanda membuat diagnosa aktual).
9) Resiko tinggi perubahan penatalaksanaan pemeliharaan rumah berhubungan dengan defisit pengetahuan perawatan diri saat pulang, kurang sistem pendukung yang adequat.
Batasan karakteritik : menyatakan kurang pemahaman, meminta informasi, menyatakan perlu bantuan pada aspek perawatan fisik.
10) Defisit perawatan diri berhubungan denga traksi, gips, pemasangan ven pada ekstremitas.
Batasan karaktersitik : meminta bantuan untuk mandi, makan, toileting, berpakaian atau mobilitas.
2. Perencanaan
Perencanaan merupakan deskripsi untuk perilaku spesifik yang diharapkan dari pasien dan tindakan yang harus dilakukan oleh perawat (Doenges, 2000 : 10). Dengan tujuan untuk mengurangi, menghilangkan dan mencegah masalah keperawatan klien (Gaffar, 1999 : 63). Dalam penyusunan rencana tindakan perlu diperhatikan adanya kerjasama yang baik antara klien, keluarga, dan tim kesehatan lainnya agar tujuan dapat tercapai sesuai kriteria evaluasi. Adapun perencanaan pada klien dengan Fraktur menurut Doengoes (2001 : 388) dan Engram (1999 :269) adalah :
1) Nyeri berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema dan cedera jaringan lunak.
Tujuan : menyatakan nyeri hilang.
Kriteria Evaluasi : menunjukan tindakan santa, mampu berpartisipasi dalam aktivitas, tidur / istirahat dengan tepat. Menunjukan keterampilan relaksasi dan aktivitas terapeutik.
INTERVENSI RASIONAL
• Pertahankan immobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring, gips pembebat traksi.
• Tinggikan dan dukung ekstremitas yang terkena.
• Hindari penggunaan sprei / bantal plastik dibawah ekstremitas dalam gips.
• Evaluasi keluhan nyeri atau ketidak nyamanan, perhatikan lokasi dan karakteristik, termasuk intensitas (skala nyeri), perhatikan petunjuk nyeri non verbal.
• Dorong pasien untuk mendiskusikan masalah sehubungan dengan cedera.
• Jelaskan prosedur sebelum memulai.
• Berikan alternatif tindakan kenyamanan, contoh pijatan punggung, perubahan posisi.
• Dorong menggunakan tekhnik manajemen nyeri, contoh relaksasi progresif, latihan, napas dalam, imajinasi, visualisasi, sentuhan terapeutik.
• Selidiki keluhan nyeri yang tidak biasa atau tiba-tiba atau dala.
• Lakikan kompres dingin / es 24-48 jam pertama dan sesuai keperluan.
• Berikan obat sesuai indikasi : Narkotik, analgesik, non narkotik. • Menghilangkan nyeri dan mencegah kesalahan posisi tulang atau tegangan jaringan yang cedera.
• Meningkatkan aliran balik vena, menurunkan edema dan menurunkan nyeri.
• Dapat meningkatkan ketidak nyamanan karena peningkatan produksi panas dalam gips yang kering.
• Mempengaruhi pilihan atau pengawasan keefektifan intervensi, tingkat ansietas dapat mempengaruhi persepsi.
• Membantu untuk menghilangkan ansietas pasien dapat merasakan kebutuhan untuk menghilangkan pengalaman kecelakaan.
• Memungkinkan pasien untuk siap secara mental untuk aktivitas juga berpartisipasi dalam mengontrol tingkat ketidaknyamanan.
• Meningkatkan sirkulasi umu, menurunkan area tekanan lokal dan kelelahan otot.
• Memfokuskan kembali perhatikan, meningkatkan rasa kontrol dan dapat meningkatkan kemampuan koping dalam manajemen nyeri, yang mungkin menetap untuk periode lebih lama.
• Dapat menandakan terjadinya komplikasi. Contoh infeksi, iskemia jaringan.
• Menurunkan endema / pembentukan hematoma, menurunkan sensasi nyeri.
• Diberikan untuk menurunkan nyeri.
2) Kerusakan mobilias fisik berhubungan dengan kerusakan rangka neuromuskuler dan nyeri.
Tujuan : meningkatkan atau mempertahankan mobilitas pada tingkat yang paling tinggi.
Kriteria Evaluasi : Mempertahankan posisi fungsional. Meningkatkan kekuatan atau fungsi yag sakit dan mengkompensasi bagian tubuh. Menunjukan teknik yang mampu melakukan aktifitas.
INTERVENSI RASIONAL
• Kaji derajat immobilisasi yang dihasilkan oleh cedera dan perhatikan persepsi klien terhadap immobilisasi.
• Dorong penggunaan latihan isometrik mulai dengan tungkai yang tidak sakit.
• Berikan papan kaki, bebat pergelangan, gulungan trokanter / tangan yang sesuai.
• Tempatkan dalam posisi terlentang secara periodik bila mungkin.
• Bantu atau dorong perawatan diri atau kebersihan.
• Bantu dalam mobilisasi dengan kursi roda, kruk, tongkat, sesegera mungkin. Instruksikan keamanan dalam menggunakan alat mobilitas.
• Awasi tekanan darah dengan melakukan aktivitas. Perhatikan keluhan pusing.
• Ubah posisi secara periodik dan dorong untuk latihan batuk / nafas dalam.
• Konsul dengan ahli terapi atau okupasi dan atau rehabilitasi spesialis. • Pasien mungkin dibatasi oleh persepsi diri tentang keterbatasan fisik aktual, memerlukan intervensi untuk meningkatkan kemajuan kesehatan.
• Kontraksi otot isometrik tanpa menekuk sendi atau menggerakan tungkai dan membantu mempertahankan kekuatan dan masa otot.
• Berguna dalam mempertahankan posisi funsional ekstremitas dan mencegah komplikasi. Contoh kontraktur / kaki jatuh.
• Menurunkan resiko kontraktur fleksi panggul.
• Meningkatkan kekuatan otot dan sirkulasi, meningkatkan kontrol pasien dalam situasi dan meningkatkan kesehatan diri langsung.
• Mobilisasi dini menurunkan komplikasi tirah baring dan meningkatkan penyembuhan dan normalisasi fungsi organ. Belajar memperbaiki cara menggunakan alat penting untuk mempertahankan mobilisasi optimal dan keamanan pasien.
• Hipotensi postural adalah masalah umum menyertai tirah baring lama dan dapat memerlukan intervensi khusus.
• Mencegah / menurunkan insiden komplikasi kulit pernafasan.
• Berguna dalam membuat aktifitas individual atau program latihan.
3) Resiko tinggi infeksi yang berhubungan dengan tak adekuatnya pertahanan primer, kerusakan kulit, trauma jaringan , terpajan pada lingkungan, prosedur invasif, traksi tulang.
Tujuan : mencapai penyembuhan luka sesuai waktu, bebas drainase purulen, atau eritema demam.
Kriteria evaluasi : mencapai penyembuhan luka sesuai waktu, bebas drainase purulen atau eritema dan demam.
INTERVENSI RASIONAL
• Inspeksi kulit untuk adanya iritasi atau robekan kontinuitas.
• Kaji sisi pen / kulit perhatikan keluhan peningkatan nyeri / rasa terbakar atau adanya edema, eritema, drainase / bau tidak enak.
• Observasi luka untuk adanya pembentukan bula, krepitasi, perubahan warna kulit, bau drainase yang tidak enak.
• Kaji tonus, reflek tendon dalam dan kemampuan untuk berbicara.
• Selidiki nyeri tiba-tiba atau keterbatsan gerak dengan edema lokal.
• Awasi pemeriksaan laboratorium ; hitung darah lengkap, LED.
• Berikan obat sesuai indikasi ; contoh antibiotik. • Pen atau kawat tidak harus dimasukan melalui kulit terinfeksi, kemerahan atau abrasi.
• Dapat mengindikasikan timbulnya infeksi lokal / nekrosis jaringan yang dapat menimbulkan osteomielitis.
• Tanda perkiraan infeksi gas gangreng.
• Kekakuan otot, spasme tonik, rahang dan disfagia menunjukan adanya tetanus.
• Dapat mengindikasikan terjadinya osteomielitis.
• Anemia, peningkatan LED terjadi pada osteomielitis peningkatan leukosit terjadi pada infeksi.
• Antibiotik spektrum luas dapat digunakan secara profilaktif atau dapat ditunjukan pada mikroorganisme khusus.
4) Resiko tinggi terhadap kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan aliran darah, emboli lemak, perubahan membran alveolar, edema paru, kongesti.
Tujuan : Mempertahankan fungsi pernapasan adequat
Kriteria Evaluasi : tidak adanya dispneu atau sianosis, frekuensi pernapasan dan GDA dalam batas normal.
INTERVENSI RASIONAL
• Awasi frekuensi pernapasan dan upayanya. Perhatikan stridor, penggunaan otot bantu, retraksi, terjadinya sianosis sentral.
• Auskultasi bunyi napas perhatikan terjadinya ketidaksamaan, bunyi hiperesona, juga adanya ronkhi, mengi, dan inspirasi mengorok / bunyi sesak nafas.
• Atasi jaringan cedera atau tulang dengan lembut, khususnya selama beberapa hari pertama.
• Instruksikan dan bantu dalam latihan nafas dalam dan batuk, reposisi dengan sering.
• Perhatikan peningkatan kegelisahan, kacau letargi, dan stupor.
• Inspeksi kulit untuk petekie diatas garis putting, pada aksila meluas ke abdomen / tubuh, mukosa mulut, palatum keras dan kantung konjungtiva.
• Kolaborasi : Berikan tambahan oksigen (bila diindikasikan). • Takipneu, dispneu dan perubahan dalam mental tanda dini insufisiensi pernafasan dan mungkin hanya indikator terjadinya emboli paru pada tahap awal.
• Perubahan dalam bunyi adventisius menunjukan terjadinya komplikasi pernafasan. Mis. Alelektasis, pneumonia. Inspirasi mengorok menunjukan edema jalan nafas atas dan diduga emboli lemak.
• Ini dapat mencegah terjadinya emboli lemak yang erat hubungannya dengan Fraktur, khususnya tulang panjang dan pelvis.
• Meningkatkan ventilasi alveolar dan perfusi. Reposisi meningkatkan drainase sekret dan menurunkan kongesti pada area paru dependen.
• Gangguan pertukaran gas atau adanya emboli paru dapat menyebabkan penyimpangan pada tingkatan kesadaran pasien seperti terjadinya hipoksemia / asidosis.
• Ini adalah karakteristik paling nyata dari tanda emboli lemak, yang tampak dalam 2-3 hari setelah cedera.
• Meningkatkan sediaan oksigen untuk optimal jaringan .
5) Resiko tinggi terhadap disfungsi neurovaskuler perifer berhubungan dengan cedera vaskuler langsung, edema berlebihan, pembentukan trombus.
Tujuan : Mempertahankan perfusi jaringan .
Kriteria Evaluasi : teraba nadi, kulit kerng atau hangat, sensasi normal, sensori biasa, tanda-tanda vital stabil dan haluaran urine adequat.
INTERVENSI RASIONAL
• Lepaskan perhiasan dari ekstremitas yang sakit.
• Kaji aliran kapiler, warna kulit dan kehangatan distal pada Fraktur.
• Lakukan pengkajian neuromuskuler, perhatikan perubahan fungsi motor atau sensori, minta pasien untuk melokalisasi nyeri / ketidaknyamanan.
• Tes sensasi saraf perifer dengan menusuk pada kedua selaput antara ibu jari pertama dan kedua dan kaji kemampuan dorsofleksi ibu jari bila diindikasikan.
• Kaji jaringan sekitar akhir gips untuk titik yang kasar / tekanan. Selidiki keluhan rasa terbakar dibawah gips.
• Pertahankan peninggian ekstremitas yang cedera kecuali di kontraindikasikan dengan keyakinan adanya sindrom kompartemen.
• Kaji keseluruhan panjang ekstremitas yang cedera untuk pembengkakan atau pembentukan edema. Ukur ekstremitas yang cedera dan bandingkan dengan yang tidak cedera. Perhatikan tampilan atau luasnya hematom.
• Perhatikan keluhan nyeri ekstrem untuk tipe cedera dan peningkatan nyeri pada pergerakan pasif ektremitas, parestesia, nyeri tekanan dengan edema dan perubahan nadi distal. Jangan tinggikan ekstremitaslaporkan gejala pada dokter saat itu.
• Selidiki tanda iskemi ekstremitas tiba-tiba (penurunan suhu kulit, peningkatan nyeri.).
• Selidiki nyeri tekan, pembengkakan pada dorsifleksi kai (tanda homan positif).
• Awasi tanda vital, perhatikan tanda pucat atau sianosis umum, kulit dingin perubahan mental.
• Kolaborasi : berikan kompres es sekitar Fraktur sesuai indikasi.
• Kolaborasi : bebat / buat spalk sesuai kebutuhan. • Dapat membendung sirkulasi bila terjadi edema.
• Kembalinya warna harus cepat (3-5 detik), warna kulit putih menunjukan gangguan arterial, sianosis diduga ada gangguan vena.
• Gangguan perasaan kebas, kesemutan, peningkatan atau penyebaran nyeri dapat terjadi bila sirkulasi pada saraf tidak adekuat atau saraf rusak.
• Panjang dan posisi saraf perineal meningkatkan resiko cedera pada adanya Fraktur kaki, edema / sindrom kompartemen, atau mal posisi alat traksi.
• Faktor ini disebabkan atau mengindikasikan tekanan jaringan atau iskemia, menimbulkan kerusakan / nekrosis.
• Meningkatkan drainase vena / menurunkan edema.
• Peningkatan lingkar ekstremitas yag cedera dapat diduga ada pembengkakan jaringan edema umum dapat menunjukan edema perdarahan.
• Perdarahan atau pembentukan edema berlanjut dalam otot tertutup dengan fasia ketat dapat menyebabkan gangguan aliran darah dan iskemia miositis atau sindrom kompartemen, perlu intervensi darurat untuk menghilangkan tekanan / memperbaiki sirkulasi.
• Dislokasi Fraktur sendi (khususnya lutut) dapat menyebabkan kerusakan arteri yang berdekatan dengan akibat hilangnya darah ke distal.
• Terdapat peningkatan potensial untuk tromboflebitis dan emboli paru pada pasien immobilisasi selama 5 hari atau lebih.
• Ketidakadekuatan volume sirkulasi akan mempengaruhi sistem perfusi jaringan .
• Menurunkan edema / pembekuan hematoma, yang dapat mengganggu sirkulasi.
• Mungkin dilakukan pada keadaan darurat untuk menghilangkan restriksi yang diakibatkan oleh pembentukan edema pada ekstremitas yang cedera.
6) Aktual atau resiko tinggi kerusakan integritas kulit atau jaringan berhubungan dengancedera tususk, Fraktur terbuka, bedah perbaikan, pemasangan traksi pen, kawat sekrup.
Tujuan : Menyatakan ketidaknyamanan hilang
Kriteria Evaluasi : menunjukan prilaku atau teknik untuk mencegah kerusakan kulit atau memudahkan penyembuhan. Mencapai penyembuhan luka sesuai waktu atau penyembuhan lesi terjadi.
INTERVENSI RASIONAL
• Kaji kulit untuk luka terbuka, benda asing, kemerahan perdarahan, perubahan warna, kelabu, memutih.
• Masase kulit dan penonjolan tulang, pertahankan tempat tidur kering dan bebas kerutan.
• Ubah posisi dengan sering
• Kolaborasi : Gunakan tempat idur busa, bulu domba, bantal apung, atau kasur udara sesuai indikasi. • Memberikan informasi tentang sirkulasi kulit dan masalah yang mungkin disebabkan oleh alat atau pemasangan bebat.
• Menurunkan tekanan pada area yang peka dan resiko abrasi atau kerusakan kulit.
• Mengurangi tekanan konstan pada area yang sama dan meminimalkan resiko kerusakan kulit.
• Karena immobilisasi bagian tubuh, tonjolan tulang lebih dari area yang sakit oleh gips mungkin karena penurunan sirkulasi.
7) Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan pengobatan berhubungan dengan kurang mengingat, salah interpretasi informasi / tidak mengenal sumber informasi.
Tujuan : Menyatakan pemahaman tentang kondisi, pronogis dan pengobatan.
Kriteria evaluasi : Melakukan dengan benar prosedur yang diperlukan dan menjelaskan alasan tindakan.
INTERVENSI RASIONAL
• Kaji ulang patologi, prognosis dan harapan yang akan datang.
• Beri penguatan metode mobilitas dan ambulasi sesuai instruksi dengan terafis fisik bila diindikasikan.
• Buat daftar aktifitas dimana pasien dapat melakukan secara mandiri dan yang memerlukan bantuan.
• Kaji ulang keperawatan luka yang tepat.
• Anjurkan penggunaan pakaian yang adaptif. • Memberikan dasar pengetahuan dimana pasien dapat membuat pilihan informasi.
• Banyak Fraktur memerlukan gips, bebat, atau menjepit selama proses penyembuhan. Kerusakan laju dan pelambatan penyembuhan dapat terjadi sekunder terhadap ketidak tepatan penggunaan alat ambulasi.
• Penyusunan aktifitas sekitar kebutuhan dan yang memerlukan bantuan.
• Menurunkan resiko trauma tulang / jaringan dan infeksi dapat berlanjut menjadi osteomielitis.
• Membantu aktivitas berpakaian / kerapihan.
8) Resiko tinggi terhadap trauma (kontraktur dan atrofi) berhubungan dengan kehilangan integritas tulang atau Fraktur, immobilisasi.
Tujuan : Trauma tidak terjadi.
Kriteria evaluasi : mempertahankan stabilisasi dan posisi Fraktur, menunjukan mekanika tubuh yang meningkatkan stabilitas pada sisi Fraktur, menunjukan mekanika tubuhyang meningkatkan stabilitas pada sisi Fraktur, menunjukan pembentukan kalus atau mulai penyatuan Fraktur dengan tepat.
INTERVENSI RASIONAL
• Pertahankan tirah baring atau ekstremitas sesuai indikasi berikan sokongan sendi di atas dan di bawah Fraktur bila bergerak atau membalik.
• Letakan papan dibawah tempat tidur atau tempatkan pasien pada tempat tidur ortopedik.
• Kaji ulang foto atau evaluasi.
• Lakukan dan awasi latihan rentang gerak aktif / pasif.
• Motivasi klien untuk / bantu dalam rentang gerak aktif / pasif pada ekstremitas yang sakit dan yang tidak sakit.
• Dorong pasien untuk secara rutin latihan jari atau sendi distal cedera, ambulasi sesegera mungkin.
• Berikan penyuluhan tentang latihan ROM. • Meningkatkan stabilitas menurunkan kemungkinan gangguan posisi atau penyembuhan.
• Tempat tidur lembut atau lentur dapat membuat deformasi gips yang masih basah, mematahkan gips yang sudah kering, atau mempengaruhi dengan penarikan traksi
• Memberikan bukti visual mulainya pembentukan kalus atau proses pembentukankalus atau proses penyembuhan untuk menentukan tingkat aktivitas dan kebutuhan perubahan atau tambahan terapi.
• Mempertahankan kekuatan / mobilitas otot yang sakit dan memudahkan resolusi inflamasi pada jaringan yang cedera.
• Meningkatkan aliran darah ke otot dan tulang untuk meningkatkan tonus otot, mempertahankan gerak sendi, mencegah kontraktur sendi.
• Meningkatkan sirkulasi dan menurunkan pengumpulan darah khususnya pada ekstremitas bawah.
• Pemberian penyuluhan dapat meningkatkan pengetahuan dan pemahaman klien mengenai latihan ROM.
9) Resiko tinggi perubahan penatalaksanaan pemeliharaan rumah berhubungan dengan defisit pengetahuan tentang perawatan diri saat pulang, kurang sistem pendukung yang adekuat.
Tujuan : menyatakan kefahamannya tentang penatalaksanaan pemeliharaan rumah.
Kriteria evaluasi : berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan perawatan diri, menyatakan pemahamannya tentang rencana tindakan, mencari informasi tambahan.
INTERVENSI RASIONAL
• Jelaskan semua prosedur dan tujuan semua tindakan. Dorong keterlibatan pasien semaksimal mungkin. Evaluasi kemampuan pasien dalam melakukan aktivitas perawatan diri.
• Yakinkan pasien memiliki bahan perawatan luka selama seminggu untuk pulang, resep analgetik. • Kepatuhan meningkatkan kerjasama dan kemandirian.
• Untuk mengurangi ansietas yang umumnya berhubungan dengan aktivitas perawatan diri dirumah. Nyeri ringan biasanya akan berlangsung sampai beberapa minggu setelah reduksi dibuka.
10) defisit perawatan diri berhubungan denga traksai, gips, pemasangan pen pada ektremitas.
Tujuan mendemontrasikan tidak ada defisit perawatan diri.
Kriteria evaluasi : melaporkan aktivitas kehidupan sehari-hari terpenuhi, tidak ada bau badan, mukosa mulit lembab, kulit utuh.
INTERVENSI RASIONAL
• Kaji derajat ketidak mampuan klien. Izinkan sebanyak mungkin melakukannya secara otonomi.
• Antisipasi kebutuhan kebersihan diri dan bantu sesuai dengan kebutuhan seperti perawatan kuku, kulit dan rambut.
• Berikan bantuan AKS sesuai dengan kebutuhan, izinkan pasien untuk merawat diri sesuai dengan kemampuannya.
• Setelah reduksi tempatkan kantung diatas ekstremitas yang sakit untuk mempertahankan luka, gips, bebat, fiksasi eksternal tetap kering pada saat mandi.
• Pertahankan mobilitas kontrol terhadap nyeri dan program latihan • Membantu dalam mengidentifikasi kebutuhan saat ini dan mengembangkan rencana perawatan.
• Berpartisipasi dalam perawatan diri sendiri dapat meringankan frustasi atas kehilangannya kemandirian yang dimilikinya.
• AKS adalah fungsi-fungsi orang melakukannya dengan normal tiap hari
• Kantung plastik melindungi alat-alat dari kelembaban yang berlebihan yang dapat menimbulkan infeksi
• Mendukung kemandirian fisik /emosional
3. Pelaksanaan
Merupakan pelaksanaan rencana asuhan keperawatan yang meliputi tindakan yang direncanakan oleh perawat, klien atau keluarga maupun hasil kolaborasi dokter (Gaffar, 1999 : 65). Terdapat 3 fase implementasi keperawatan, yaitu fase persiapan, operasional dan terminasi.
4. Evaluasi
Fase terakhir dari keperawatan adalah evaluasi terhadap asuhan keperawatan yang diberikan. Hal-hal yang dievaluasi adalah keakuratan, kelengkapan dan kualitas dan serta teratasi atau tidaknya masalah klien, pencapaian tujuan serta ketepatan intervensi keperawatan (Gaffar, 1999 : 67).
-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar